Ulama memiliki peran penting dalam mengharmonisasikan ajaran agama dengan kearifan lokal di berbagai daerah. Mereka bertindak sebagai jembatan antara nilai-nilai agama dan tradisi masyarakat, memastikan bahwa praktik-praktik keagamaan dapat diterapkan tanpa mengabaikan atau merusak budaya lokal yang sudah ada. Peran ulama ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ritual keagamaan, adat istiadat, hingga penyelesaian konflik sosial.
Pertama, ulama berperan dalam adaptasi dan integrasi ritual keagamaan dengan tradisi lokal. Mereka memahami pentingnya kearifan lokal dalam menjaga identitas budaya dan kohesi sosial, sehingga mereka cenderung mengadaptasi ajaran agama agar sesuai dengan konteks budaya setempat. Misalnya, tradisi slametan yang merupakan upacara syukuran atau peringatan diadaptasi dengan bacaan doa dan zikir yang sesuai dengan ajaran agama. Ini memungkinkan masyarakat untuk terus menjalankan tradisi mereka sambil tetap mematuhi ajaran agama yang mereka anut (Geertz, Clifford, The Religion of Java, 1960: 89-95).
Kedua, ulama juga berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan konflik sosial yang mungkin timbul akibat perbedaan antara ajaran agama dan praktik budaya. Mereka menggunakan pengetahuan mereka tentang hukum agama dan adat untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Misalnya, di Sumatera Barat, ulama memainkan peran penting dalam mengharmonisasikan adat Minangkabau dengan ajaran agama, melalui prinsip "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". Prinsip ini menggabungkan nilai-nilai adat dan syariat dalam satu kesatuan yang harmonis (Ricklefs, M.C., A History of Modern Indonesia, 2008: 123-130).
Ketiga, ulama berperan dalam pendidikan dan penyebaran pengetahuan, baik tentang agama maupun kearifan lokal. Melalui pengajaran di pesantren, madrasah, dan majelis taklim, ulama mengajarkan nilai-nilai agama yang diselaraskan dengan tradisi lokal. Pendidikan ini membantu generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya mereka sambil mempelajari ajaran agama yang mereka anut. Selain itu, ulama juga sering kali menjadi penulis dan pencatat sejarah lokal, memastikan bahwa pengetahuan dan tradisi tidak hilang seiring berjalannya waktu (Azra, Azyumardi, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia, 2004: 34-41).
Keempat, ulama turut serta dalam upaya pelestarian budaya melalui berbagai kegiatan dan program. Mereka mendukung dan terlibat dalam festival budaya, upacara adat, dan kegiatan seni yang mengangkat kearifan lokal. Ulama juga sering kali memberikan dukungan moral dan spiritual kepada seniman dan budayawan dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal yang sejalan dengan ajaran agama. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan budaya tidak harus saling bertentangan, tetapi dapat saling memperkaya (Hefner, Robert W., Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia, 2000: 67-74).
Secara keseluruhan, peran ulama dalam mengharmonisasikan agama dengan Kearifan Lokal sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan berimbang. Mereka memastikan bahwa ajaran agama dapat diterima dan dipraktikkan dalam konteks budaya setempat tanpa menghilangkan identitas lokal. Melalui adaptasi, mediasi, pendidikan, dan pelestarian budaya, ulama berkontribusi besar dalam menjaga dan memperkuat hubungan antara agama dan kearifan lokal di berbagai komunitas.