Tampilkan postingan dengan label dirasah islamiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dirasah islamiyah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Agustus 2024

Pengertian Dirasah Islamiyah Secara Bahasa dan Istilah

Mungkin anda bertanya, apa sesunggunya pengertian dirasah Islamiyah? Artikel ini akan mengemukakan pengertin Dirasah Islamiyah, baik pengertian dirasah Islamiyah menurut bahasa maupun pengertian dirasah Islamiyah menurut istilah, serta pengertian Dirasah Islamiyah menurut para hali.

Dirasah Islamiyah merupakan istilah yang berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu dirasah yang berarti studi atau kajian, dan Islamiyah yang merujuk kepada Islam. Secara bahasa, dirasah islamiyah dapat diartikan sebagai kajian Islam. Istilah ini mencakup segala bentuk kajian atau studi yang berkaitan dengan Islam, baik itu ajaran-ajaran agama, sejarah, hukum, budaya, dan lain sebagainya yang terkandung dalam Islam.

Pengertian dirasah islamiyah menurut istilah, dirasah islamiyah sering dipahami sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari berbagai aspek dalam agama Islam. Pendekatan dalam kajian ini tidak terbatas pada satu bidang saja, melainkan mencakup kajian teologis, hukum Islam (fiqh), sejarah peradaban Islam, etika, serta berbagai ilmu terkait lainnya. Dirasah Islamiyah juga mencakup studi tentang Al-Qur'an, Hadis, Tafsir, dan pemikiran-pemikiran ulama yang berkembang sepanjang sejarah Islam.

Pengertian Dirasah Islamiyah menurut beberapa ahli memberikan definisi yang lebih mendalam mengenai dirasah islamiyah. Menurut Muhammad Abduh, dirasah islamiyah adalah kajian yang bertujuan untuk memahami inti ajaran Islam serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Muhammad Abduh menekankan pentingnya memahami Islam secara komprehensif, bukan hanya dari sisi teologis, tetapi juga dari aspek sosial dan budaya. Fazlur Rahman yang menyatakan bahwa dirasah islamiyah harus mencakup kajian kritis terhadap sumber-sumber utama Islam dan relevansinya dengan kehidupan modern. Sayyid Qutb, menyatakan bahwa dirasah islamiyah bukan sekadar kajian teoretis, tetapi juga harus menjadi sarana untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat. Bagi Qutb, studi Islam harus mampu membawa perubahan sosial yang berlandaskan pada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Pendapat ini menekankan bahwa kajian Islam tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga memiliki dimensi praktis yang berhubungan langsung dengan kehidupan umat Muslim.

Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa dirasah islamiyah adalah disiplin ilmu yang kompleks dan multidimensional. Selain mempelajari ajaran dasar Islam, studi ini juga berfokus pada bagaimana ajaran tersebut diimplementasikan dalam kehidupan nyata, serta bagaimana Islam berinteraksi dengan berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan budaya. Pendekatan yang holistik ini menjadikan dirasah islamiyah sebagai kajian yang dinamis dan relevan dalam konteks zaman modern. Semoga bermanfaat.

Sabtu, 01 Februari 2020

Pengertian Agama

Ada tiga istilah yang dikenal tentang agama, yaitu: agama, religi dan din.

Agama

Secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta, yang berasal dari akar kata gam artinya pergi. Kemudian akar kata gam tersebut mendapat awalan a dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan untuk mencapai kebahagiaan.

Di samping itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau atau teratur. Maksudnya, agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya, bahkan menjelang matinya.

Religi

Kata religi, religion dan religio,  secara etimologi, menurut  Winkler Prins dalam Algemene Encyclopaedie--mungkin sekali berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang  ber-religi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti berhati-hati, maka dimaksudkan bahwa orang yang ber-religi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati-hati dengan sesuatu yang dianggap suci.

Sedangkan secara terminologi, agama dan religi ialah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung di luar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut,  serta suatu  tata  kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam yang lain, sesuai dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada agama dan religi terdapat empat unsur penting, yaitu: 

  1. Tata pengakuan atau kepercayaan terhadap adanya Yang Agung, 
  2. Tata hubungan atau tata penyembahan terhadap yang Agung itu dalam bentuk ritus, kultus dan pemujaan, 
  3. Tata kaidah/doktrin, sehingga muncul balasan berupa kebahagiaan bagi yang berbuat baik/jujur, dan kesengsaraan bagi yang berbuat buruk/jahat, 
  4. Tata sikap terhadap dunia, yang menghadapi dunia ini kadang-kadang sangat terpengaruh (involved) sebagaimana golongan materialisme atau menyingkir/menjauhi/uzlah (isolated) dari dunia, sebagaimana golongan spiritualisme.

al-Dien/ad-Dien

Kata din secara etimologi berasal dari bahasa Arab, artinya: patuh dan taat, undang-undang, peraturan dan hari kemudian. Maksudnya, orang yang berdin ialah orang yang patuh dan taat terhadap peraturan dan undang-undang Allah untuk mendapatkan kebahagiaan di hari kemudian.

Oleh karena itu, dalam din terdapat empat unsur penting, yaitu: 

  1. Tata pengakuan terhadap adanya Yang Agung dalam bentuk iman kepada Allah Tata hubungan terhadap Yang Agung tersebut dalam bentuk ibadah kepada Allah.
  2. Tata kaidah/doktrin yang mengatur tata pengakuan dan tata penyembahan tersebut yang terdapat dalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi. 
  3. Tata sikap terhadap dunia dalam bentuk taqwa, yakni mempergunakan dunia sebagai jenjang untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
  4. Sedangkan menurut terminologi, din adalah peraturan Tuhan yang membimbing manusia yang berakal dengan kehendaknya sendiri untuk kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan pengertian din tersebut, maka din itu memiliki empat ciri, yaitu: 

  1. Din adalah peraturan Tuhan, 
  2. Din hanya diperuntukkan bagi manusia yang berakal, sesuai hadis Nabi yang berbunyi: al-din huwa al-aqlu la dina liman la aqla lahu, artinya: agama ialah akal tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.
  3. Din harus dipeluk atas dasar kehendak sendiri, firman Allah: la ikraha fi al-din, artinya: tidak ada paksaaan untuk memeluk din (agama).
  4. Din bertujuan rangkap, yakni kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat.


Senin, 02 Desember 2019

Studi Islam

 Dirasah Islamiyah atau Studi Keislaman (Islamic Studies), secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran-ajarannya, sejarahnya mapun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Usaha mempelajari agama Islam tersebut kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi ke-Islaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya mempunyai tujuan yang berbeda-beda dengan tujuan studi Keislaman yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi Ke-Islaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya secara benar, serta menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman hidup (way of life). Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi Ke-Islaman bertujuan untuk mempelajari seluk beluk agama dan praktek-praktek keagamaan yang berlaku di kalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan. Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk beluk agama dan praktek-praktek keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.

Para ahli studi ke-Islaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal sebagai kaum orientalis, yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi tentang dunia Timur, termasuk di dalamnya dunia Islam. Dalam prakteknya studi ke-Islaman yang dilakukan oleh mereka, terutama masa awal-awal mereka mengadakan studi tentang Islam, lebih mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan praktek-praktek pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan-sehari-hari umat Islam. Namun demikian, banyak juga diantara para orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang obyektif dan bersifat ilmiah terhadap agama Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu akan bisa bermanfaat bagi pengembangan studi ke-Islaman di kalangan umat Islam sendiri.

Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah “masa keemasan Islam” dan umat Islam sudah memasuki “masa kemunduruannya”) bahwa pendekatan studi ke-Islaman yang mendominasi kalangan ulama Islam lebih cenderung bersifat subyektif, apologis dan doktriner, serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan oleh kalangan luar Islam yang bersifat obyektif dan rasional. Dengan pendekatan subyektif apologis dan doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang sumber dasarnya adalah al-Qur'an dan al-Sunnah yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan perubahan dan perkembangan zaman – telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu terhadap sentuhan-sentuhan akal/rasional dan tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Bahkan kehidupan keagamaan serta sosial budaya umat Islam terkesan mandeg, membeku dan ketinggalan zaman. Dan celakanya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran atau obyek studi dari kaum orientalist dalam studi keIslamannya. Dengan pendekatan yang bersifat obyektif rasional atau pendekatan ilmiah, mereka mendapatkan kenyataan-kenyataan bahwa ajaran agama Islam sebagaimana yang nampak dalam fenomena dan praktek umatnya ternyata tidak rasional dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.

Dengan adanya kontak budaya modern dengan budaya Islam, mendorong para ulama tersebut untuk bersikap obyektif dan terbuka terhadap pandangan dari luar, yang pada gilirannya pendekatan ilmiah yang bersifat rasional dan obyektif pun memasuki dunia Islam, termasuk pula dalam studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri. Dengan masuknya pendekatan tersebut, maka studi keIslaman semakin berkembang dan menjadi sangat relevan dan dibutuhkan oleh umat Islam, terutama dalam menghadapi tantangan dunia modern yang semakin canggih dan era globalisasi saat ini. (dari berbagai sumber)