Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai berikut :
a. Mu’jizat bagi rasul Allah Muhammad saw, sebagaimana
tercantum dalam Q.S. al-Isra (17) : 88,
قُلْ لَئِنْ اجْتَمَعَتْ الْإِنسُ
وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ
بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Q.S. Yunus (10) : 38.
أَمْ
يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنْ اسْتَطَعْتُمْ
مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Mu’jizat yang didatangkan para Nabi dan
Rasul Allah ada dua macam, yaitu hissy dan akly.
Hissy ialah yang didapat
dengan pandangan mata, seperti tongkat Nabi Musa, keluarnya air dari celah-celah
jari Nabi Muhammad, dan sebagainya.
Akly ialah yang didapatkan dengan mata
hati, seperti mengambarkan berita baik, baik secara sindiran, maupun secara
tegas dan menerangkan hakekat ilmu yang diperoleh dengan tidak dipelajari.
Mu’jizat
Nabi Muhammad yang bersifat hissy adalah : batu kerikil bertasbih di tanganya,
berbicara dengan serigala, datang pohon kayu kepadanya, dan sebagainya.
Sedangkan mu’jizat Nabi Muhammad yang bersifat akly adalah: al-Qur’an.
Al-Qur’an itu suatu ayat hissiyah yang dapat dirasai pancaindera; tetapi akliyah (bersifat akal), diam tidak
berbicara, kekal sepanjang masa, berkembang di dalam dunia.
Seluruh
ayat al-Qur’an, baik dalam jumlah sedikit atau banyak adalah mu’jizat
atau setiap ayat al-Qur’an memiliki i’jaz
segi balaghahnya yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Itulah sebabnya
mu’jihad al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya
orang-orang Arab ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan
datang.
Menurut Dr.Quraisy Shihab, M.A. ada tiga segi
kemu’jizatan al-Qur’an, yaitu:
1). Pemberitaan gaibnya, ini terbagi dua, 1) masa
lampau dan 2) masa yang akan datang; masa yang akan datang ini juga terbagi
dua, yaitu a) yang sudah terbukti dan b) yang belum terbukti.
2). Isyarat-isyarat ilmiah yang menyangkut banyak
hal, misalnya penciptaan alam semesta, reproduksi manusia, dan sebagainya.
3). Dari segi bahasanya, baik balaghahnya maupun
fashahahnya. Secara umum hal ini, sekarang sudah sulit dibuktikan.
Ketiga segi kemu’jizatan al-Qur’an tersebut tidak
dapat dibuktikan tanpa mengaitkan dengan pribadi Nabi Muhammad.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dnegan pemberitaan gaib masa lampau (sejarah)
seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba, Tsamud, Ad, Yusuf, Sulaiman,
Dawud, Adam, Musa dan lain-lain, dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa
al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dengan pemberitaan gaib masa yang akan datang
(ramalan-ramalan) dan sudah terbukti atau dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang runtuhnya bangsa Rumawi (Q.S.al-Rum (30) : 2,3,4.
غُلِبَتْ
الرُّومُ(2)فِي أَدْنَى اْلأََرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ(3)فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ اْلأََمْرُ مِنْ
قَبْلُ
وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ(4)
berpecah belahnya Kristen (Q.S. al-Maidah (5) : 14
وَمِنْ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا
ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمْ
الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمْ اللَّهُ بِمَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ
juga menjadi bukti kepada kita bahwa al-Qur’an adalah
wahyu Allah swt.
Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dnegan ilmu
pengetahuan dapat menyakinkan kita bahwa al-Qur’an adalah firman-firman Allah,
tidak mungkin ciptaan manusia, apabila ciptaan Nabi Muhammad yang ummi
(Q.S. al-A’raf (7) : 158,
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
واْلأََرْضِ لاَ إِلَهَ اِلاَّ هُوَ
يُحْيِ وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ
yang hidup pada awal abad keenam Masehi.
Bahasa
al-Qur’an yang sangat indah dan susunan katanya yang rapi, tidak dapat
ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya.
Karena
gaya bahasa yang demikian itulah, maka Umar bin Khattab masuk Islam setelah
mendengar al-Qur’an awal surah Thaha yang dibicara oleh adiknya Fatimah, Abul
Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar
beberapa ayat dari surah Fushshilat yang dikemukakan Rasul Allah Muhammad saw. sebagai
jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya. Bahkan Abu Jahal musuh besar
Nabi karena mendengar surah al-Dhuha yang dibaca Nabi.
Tepat
apa yang dinyatakan al-Qur’an, bahwa seseorang tidak menerima kebenaran
al-Qur’an sebagai wahyu Allah disebabkan oleh salah satu dari dua sebab, yaitu
:
1). Tidak berfikir dengan jujur dan
sungguh-sungguh. Hal ini disebut al-maghdhub (dimurkai Tuhan) karena tahu
kebenaran, tetapi tidak mau menerima kebenaran itu.
2). Tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur’an
secara baik. Hal ini disebut al-Dhallin (orang sesat) karena tidak menemukan
kebenaran itu.
Sebagai
jaminan bahwa al-Qur’an itu wahyu Allah, maka al-Qur’an sendiri menantang setiap manusia untuk membuat
satu surah saja yang senilai dengan al-Qur’an (lihat Surah al-Baqarah (2) :
23,24).
b. Pedoman hidup bagi setiap manusia, khususnya yang
sudah muslim, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Ba qarah (2): 185 dan Q.S.
al-Nisa (4): 105 al-Maidah (5) : 49, 50 al-Jatsiyah (45) : 20.
Sebagai
pedoman hidup, al-Qur`an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip
umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia, dan
manusia dengan alam yang lain. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti:
beribadah langsung kepada Tuhan, kewarisan, pendidikan dan pengajaran,
kepemimpinan, berperang, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh
Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap
waktu, sebagaimana tercantum dalam Q.s. al-A`raf (7): 158; al-Anbiya (21): 107;
Saba (35) : 28.
Setiap
muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya, sesuai Q.s. al-Baqarah (2): 208; al-An`am (6): 153; al-Taubah (9): 51.
Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata
nilai itu dipandang oleh al-Qur`an sebagai bentuk pelanggaran dan dosa, sesuai
Q.s. al-Ahzab (33): 36; al-Baqarah (2): 265. Melaksanakannya dinilai ibadah,
sesuai Q.s. al-Nisa (4): 69; al-Ahzab (33): 71; al-Nur (24): 52;
memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, sesuai Q.s. al-Taubah (9):
41; al-Shaf (61): 10-13; mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, sesuai
Q.s. Ali Imran (3): 157; 169; hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai
pengabdian (3): 195; dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim,
fasik, dan kafir, sesuai Q.s. al-Maidah (5): 44, 45, 47.
c. Sebagai korektor dan penyempurna terhadap
kitab-kitab Allah yang sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam Q.s.
al-Maidah (5): 48, 15; al-Nahl (16): 64, dan bernilai abadi.
Sebagai
korektor, al-Qur`an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh
kitab-kitab Taurat, Injil dan lain-lain yang dinilai oleh al-Qur`an tidak
sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah
orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Sebagai contoh koreksi-koreksi yang dikemukakan al-Qur`an antara lain sebagai
berikut:
1). Tentang
ajaran Trinitas, tercantum dalam Q.S. al-Maidah (5): 75.
2). Tentang Isa, tercantum dalam Q.S. Ali Imran
(3): 49, 59; al-Maidah (5): 72.
3). Tentang
penyaliban Isa, tercantum dalam Q.S. al-Nisa (4): 157, 158.
4). Tentang
ajaran Sulaiman, tercantum dalam Q.s. al-Baqarah (2): 102.
5). Tentang ajaran Harun, tercantum dalam Q.s.
Thaha (20): 90-94, dan lain-lain.
d. Sarana
peribadatan
Al-Qur`an merupakan sarana
peribadatan yang sangat tinggi nilainya, karena dengan membaca al-Qur`an saja
Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda, apalagi kalau mengamalkan
kandungannya.
Mengenai
pahala orang yang membaca dan mendengarkan al-Qur`an dinyatakan oleh Allah
dalam Q.S. al-A`raf (7): 204, yang artinya: Dan apabila dibacakan al-Qur`an
maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapat
rahmat.
Al-Qur`an
adalah bacaan yang paling baik bagi orang yang beriman, karena di samping
mendapat pahala yang berlipat ganda, juga dapat menjadi obat dan penawar bagi
orang yang gelisah jiwanya.
Ibnu
Mas`ud berkata: Jika jiwamu gelisah, maka bawalah hatimu ke tiga tempat, yaitu:
1) ke tempat orang yang membaca al-Qur`an, engkau baca al-Qur`an atau engkau
dengar baik-baik orang yang membacanya; 2) engkau pergi ke majelis pengajian
yang mengingatkan hatimu ke pada Allah; dan 3) engkau cari waktu atau tempat
yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah; umpamanya di waktu
tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun
mengerjakan shalat malam minta kepada Allah ketenangan jiwa, ketenteraman
fikiran dan kemurnian hati; seandainya jiwamu belum juga diberi hati yang lain,
sebab hati yang engkau pakai itu, bukan hatimu lagi.
c. Penyempurnaan
kitab-kitab Allah terdahulu
Kitab-kitab
Allah sebelum al-Qur`an, tidak berlaku universal, hanya sesuai dengan masa dan
tempat di mana kitab-kitab itu diturunkan. Karena itu, al-Qur`an datang untuk
menyempurnakan, sebagaimana firman Allah dalam Q.s. al-Maidah (5): 3, yang
artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan
telah Kuredhai Islam jadi agamamu.
Berdasarkan
penegasan al-Qur`an tersebut, ditambah dengan kenyataan obyektif dari
kitab-kitab Allah sebelum al-Qur`an yang sudah diinterpolasi oleh manusia, maka
kita tidak boleh lagi beriman kepada apa yang dinamakan kitab Zabur, Taurat dan
Injil yang ada di permukaan bumi kita dewasa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar