Allah menjamin kemurnian dan kesucian al-Qur'an (lihat Q.S. al-Hijr, 15:9), akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan dan pengurangan-pengurangan.
Di samping itu, dalam catatan sejarah, juga dapat
dibuktikan bahwa proses penulisan dan kodifikasi al-Qur`an dapat menjamin
kesuciannya secara meyakinkan.
Al-Qur`an telah selesai ditulis sejak Nabi masih
hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, beliau langsung memerintakan para
sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka menulis,
mereka juga menghafalnya sekaligus mengamalkannya.
Pada awal pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddiq,
atas inisiatif Umar Ibnu Khattab, al-Qur`an telah dikodifikasi menjadi sebuah
mushaf oleh Zaid bin Tsabit; berdasarkan alasan adanya peristiwa perang Yamamah
yang menewaskan 70 penghafal al-Qur'an, sehingga dikhawatirkan jika peristiwa itu berlanjut, penghafal
al-Qur'an akan punah/langka yang dapat mengakibatkan hilangnya keaslian dan
kemurnian al-Qur'an.
Al-Qur'an hasil kodifikasi Zaid bin Tsabit itu
diserahkan kepada khalifah Abu Bakar dan tetap di tangan Abu Bakar sampai ia
meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap ada di sana
selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat Mushaf al-Qur’an itu
dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar, istri Rasulullah saw. sampai masa
kodifikasi al-Qur`an di zaman khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan
timbul pertikaian tentang qiraat (bacaan) al-Qur`an. Kalau pertikaian
tersebut dibiarkan saja, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang
tidak diinginkan di kalangan kaum muslimin. Karena itu, Utsman bin Affan
berupaya untuk menghilangkan pertikaian tersebut dengan jalan menulis kembali
al-Qur'an dengan memakai lahjah (dialek) aslinya yaitu lahjah bahasa
Arab Quraisy. Untuk itu, Utsman bin Affan membentuk lajnah (panitia)
penulis dan kodifikasi al-Qur'an, yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit,
anggotanya adalah Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abd. al-Rahman bin
Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah mengkodifikasi al-Qur'an,
yakni menyalin dari mushaf yang disimpan di rumah Hafsah menjadi sebuah
mushaf yang berdialek bahasa Arab Quraisy. Hasil kodifikasi panitia ini,
sebanyak
Mushaf-mushaf al-Qur'an tersebut tidak berbaris dan
tidak bertitik. Tetapi, karena telah mempergunakan dialek Qurisy, maka pada
umumnya orang Quraisy dapat membacanya dan mengerti kandungannya. Namun,
setelah masuknya orang-orang di luar Jazirah Arab ke dalam Islam, maka mulai
timbul kesalahfahaman dalam membaca dan mengartikan al-Qur'an sehingga timbul
usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan penulisannya dan penyeragaman
bacaannya. Usaha itu dilakukan oleh Abu Aswad al-Dualy dengan membuat tanda
baca yaitu memberi baris akhir kalimat dengan satu titik di atas (a), satu
titik di bawah (i), satu titik samping (u), dan dua titik untuk tanda dua
baris.
Usaha selanjutnya, dilakukan oleh Nashir bin Ashim
dengan memberi titik pada huruf al-Qur'an; dan kemudian disempurnakan oleh
al-Khalil bin Ahmad dengan memberi baris secara sempurna, yaitu huruf waw
yang kecil di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil untuk
tanda fathah, huruf ya kecil untuk tanda kasrah, kepala
huruf syin untuk tanda syiddah,
kepala huruf ha untuk sukun, dan kepala huruf 'ain untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi
bentuk yang ada sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya, timbul usaha untuk
menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur'an, sehingga muncul terjemahan dan
menafsirkan al-Qur'an menurut bidang ilmu; bahkan kini muncul pembahasan al-Qur'an
menurut disiplin ilmu yang ada dengan mengumpulkan semua ayat yang ada
hubungannya dengan disiplin ilmu tersebut. al-Qur'an pertama kali dicetak pada
tahun 1644 di Hamburg (Jerman).
Dewasa ini,
al-Qur`an telah mampu menunjukkan kehebatannya serta keasliannya, dan mampu
pula menjadikan dirinya sebagai pegangan dan rujukan pelbagai ilmu pengetahuan,
berdasarkan adanya kesadaran manusia bahwa al-Qur'an adalah kitab Allah yang
asli serta penuh dengan kandungan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu faktor yang dapat mendukung keaslian dan
kehebatan al-Qur'an ialah perjanjian sejarah kodifikasi al-Qur'an yang sangat
meyakinkan serta dukungan kemudahan penerimaan al-Qur'an dari generasi ke generasi
serta penghafalan al-Qur'an dari zaman ke zaman yang berfungsi sebagai kontrol
yang sangat meyakinkan terhadap keaslian al-Qur'an tersebut.
Di samping itu, faktor yang turut mendukung keaslian
al-Qur'an adalah karena al-Qur'an mengandung sistem tasyrik yang sangat
indah, yaitu (1) thabi`iyah (bersifat alami), (2) ma`qul
(bersifat logis), (3) wawathan (bersifat tengah-tengah, tidak ekstrim),
(4) dinamik tidak bersifat statis, yakni senantiasa mendorong ke arah kemajuan,
(5) realistis tidak utopis, yakni
berdasarkan kenyataan, tidak menghayal dalam mengemukakan sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar