Fenomena ideologi transnasional yang mencoba membenturkan kearifan lokal dengan syariat Islam menimbulkan perdebatan mengenai kesesuaian kebudayaan lokal dengan nilai-nilai Islam. Ideologi ini menganggap prinsip-prinsip kebudayaan yang telah lama mengakar di Indonesia sebagai sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam, dan oleh karena itu, harus dihilangkan. Klaim bahwa kearifan lokal dianggap sesat dan melanggar norma-norma Islam menimbulkan pertanyaan penting: apakah benar bahwa kearifan lokal bertentangan dengan syariat Islam?
Pertanyaan tersebut membutuhkan analisis lebih dalam
mengenai karakteristik kebudayaan dan hubungan antara budaya dan agama.
Kebudayaan, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Simuh, adalah hasil dari
krida, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam menjawab tantangan kehidupan.
Kebudayaan tidak berdiri sebagai pesaing agama, melainkan sebagai respon
manusia terhadap lingkungannya. Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan bisa
menjadi medium yang efektif dalam menyebarkan ajaran Islam, seperti yang
terjadi pada era Wali Songo.
Pada masa Wali Songo, ajaran syariat Islam disampaikan
melalui media kebudayaan yang sudah mengakar di masyarakat. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai-nilai syariat Islam dapat menjadi ruh bagi kebudayaan lokal,
menjadikannya lebih kokoh dan lestari. Islam berbasis kebudayaan mampu menjawab
tantangan kehidupan manusia dengan cara yang inklusif dan adaptif. Ketika
nilai-nilai Islam menyatu dengan kebudayaan lokal, maka hegemoni ideologi asing
tidak akan mudah menghancurkan persatuan dan keberagaman yang ada di Indonesia.
Pemahaman ini membantah anggapan bahwa kearifan lokal
bertentangan dengan syariat Islam. Kebudayaan yang berkembang di Nusantara
justru relevan dengan nilai-nilai Islam karena selalu mengajak kepada kebaikan,
menjaga alam, dan memelihara persaudaraan. Sejarah penyebaran Islam di
Indonesia melalui akulturasi budaya oleh Wali Songo menunjukkan bahwa
nilai-nilai Islam dapat dihidupkan dalam konteks budaya lokal tanpa kehilangan
esensi ajaran Islam. Hal ini menjadikan Islam di Indonesia lebih terbuka, toleran,
dan ramah.
Kesimpulannya, menganggap bahwa kearifan lokal bertentangan
dengan syariat Islam adalah kesalahan yang fatal. Kearifan lokal yang
berkembang di Indonesia justru sejalan dengan spirit nilai-nilai Islam, karena
mengajak kepada kebajikan dan menjaga harmoni sosial. Pertanyaan yang harus
dijawab adalah: apakah norma etis kearifan lokal yang mengajarkan kebaikan dan
persaudaraan benar-benar bertentangan dengan syariat Islam? Jawabannya jelas:
tidak. Kearifan lokal dan syariat Islam dapat saling melengkapi dan memperkaya
kehidupan umat Islam di Indonesia.