Senin, 30 November 2020

Sejarah Singkat Kodifikasi al-Qur'an

 

Allah menjamin kemurnian dan kesucian al-Qur'an (lihat Q.S. al-Hijr, 15:9), akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan dan pengurangan-pengurangan.

Di samping itu, dalam catatan sejarah, juga dapat dibuktikan bahwa proses penulisan dan kodifikasi al-Qur`an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan.

Al-Qur`an telah selesai ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, beliau langsung memerintakan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka menulis, mereka juga menghafalnya sekaligus mengamalkannya.

Pada awal pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, atas inisiatif Umar Ibnu Khattab, al-Qur`an telah dikodifikasi menjadi sebuah mushaf oleh Zaid bin Tsabit; berdasarkan alasan adanya peristiwa perang Yamamah yang menewaskan 70 penghafal al-Qur'an, sehingga dikhawatirkan  jika peristiwa itu berlanjut, penghafal al-Qur'an akan punah/langka yang dapat mengakibatkan hilangnya keaslian dan kemurnian al-Qur'an.

Al-Qur'an hasil kodifikasi Zaid bin Tsabit itu diserahkan kepada khalifah Abu Bakar dan tetap di tangan Abu Bakar sampai ia meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap ada di sana selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat Mushaf al-Qur’an itu dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar, istri Rasulullah saw. sampai masa kodifikasi al-Qur`an di zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan timbul pertikaian tentang qiraat (bacaan) al-Qur`an. Kalau pertikaian tersebut dibiarkan saja, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan di kalangan kaum muslimin. Karena itu, Utsman bin Affan berupaya untuk menghilangkan pertikaian tersebut dengan jalan menulis kembali al-Qur'an dengan memakai lahjah (dialek) aslinya yaitu lahjah bahasa Arab Quraisy. Untuk itu, Utsman bin Affan membentuk lajnah (panitia) penulis dan kodifikasi al-Qur'an, yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit, anggotanya adalah Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abd. al-Rahman bin Haris bin Hisyam.

Tugas panitia ini ialah mengkodifikasi al-Qur'an, yakni menyalin dari mushaf yang disimpan di rumah Hafsah menjadi sebuah mushaf yang berdialek bahasa Arab Quraisy. Hasil kodifikasi panitia ini, sebanyak lima buah mushaf. Empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syria, Basrah dan Kufah (masing-masing satu buah mushaf), dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan Mushaf al-Imam.

Mushaf-mushaf al-Qur'an tersebut tidak berbaris dan tidak bertitik. Tetapi, karena telah mempergunakan dialek Qurisy, maka pada umumnya orang Quraisy dapat membacanya dan mengerti kandungannya. Namun, setelah masuknya orang-orang di luar Jazirah Arab ke dalam Islam, maka mulai timbul kesalahfahaman dalam membaca dan mengartikan al-Qur'an sehingga timbul usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan penulisannya dan penyeragaman bacaannya. Usaha itu dilakukan oleh Abu Aswad al-Dualy dengan membuat tanda baca yaitu memberi baris akhir kalimat dengan satu titik di atas (a), satu titik di bawah (i), satu titik samping (u), dan dua titik untuk tanda dua baris.

Usaha selanjutnya, dilakukan oleh Nashir bin Ashim dengan memberi titik pada huruf al-Qur'an; dan kemudian disempurnakan oleh al-Khalil bin Ahmad dengan memberi baris secara sempurna, yaitu huruf waw yang kecil di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil untuk tanda fathah, huruf ya kecil untuk tanda kasrah, kepala huruf syin untuk tanda  syiddah, kepala huruf ha untuk sukun, dan kepala huruf 'ain untuk hamzah. Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang.

Dalam perkembangan selanjutnya, timbul usaha untuk menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur'an, sehingga muncul terjemahan dan menafsirkan al-Qur'an menurut bidang ilmu; bahkan kini muncul pembahasan al-Qur'an menurut disiplin ilmu yang ada dengan mengumpulkan semua ayat yang ada hubungannya dengan disiplin ilmu tersebut. al-Qur'an pertama kali dicetak pada tahun 1644 di Hamburg (Jerman).

Dewasa     ini, al-Qur`an telah mampu menunjukkan kehebatannya serta keasliannya, dan mampu pula menjadikan dirinya sebagai pegangan dan rujukan pelbagai ilmu pengetahuan, berdasarkan adanya kesadaran manusia bahwa al-Qur'an adalah kitab Allah yang asli serta penuh dengan kandungan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Salah satu faktor yang dapat mendukung keaslian dan kehebatan al-Qur'an ialah perjanjian sejarah kodifikasi al-Qur'an yang sangat meyakinkan serta dukungan kemudahan penerimaan al-Qur'an dari generasi ke generasi serta penghafalan al-Qur'an dari zaman ke zaman yang berfungsi sebagai kontrol yang sangat meyakinkan terhadap keaslian al-Qur'an tersebut.

Di samping itu, faktor yang turut mendukung keaslian al-Qur'an adalah karena al-Qur'an mengandung sistem tasyrik yang sangat indah, yaitu (1) thabi`iyah (bersifat alami), (2) ma`qul (bersifat logis), (3) wawathan (bersifat tengah-tengah, tidak ekstrim), (4) dinamik tidak bersifat statis, yakni senantiasa mendorong ke arah kemajuan, (5) realistis tidak utopis,  yakni berdasarkan kenyataan, tidak menghayal dalam mengemukakan sesuatu.   

 

Minggu, 29 November 2020

Fungsi al-Qur’an

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai berikut :

a.   Mu’jizat bagi rasul Allah Muhammad saw, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Isra (17) : 88,

قُلْ لَئِنْ اجْتَمَعَتْ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

      Q.S. Yunus (10) : 38.

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنْ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

      Mu’jizat yang didatangkan para Nabi dan Rasul Allah ada dua macam, yaitu hissy dan akly

                  Hissy ialah yang didapat dengan pandangan mata, seperti tongkat Nabi Musa, keluarnya air dari celah-celah jari Nabi Muhammad, dan sebagainya.

      Akly ialah yang didapatkan dengan mata hati, seperti mengambarkan berita baik, baik secara sindiran, maupun secara tegas dan menerangkan hakekat ilmu yang diperoleh dengan tidak dipelajari.

            Mu’jizat Nabi Muhammad yang bersifat hissy adalah : batu kerikil bertasbih di tanganya, berbicara dengan serigala, datang pohon kayu kepadanya, dan sebagainya. Sedangkan mu’jizat Nabi Muhammad yang bersifat akly adalah: al-Qur’an. Al-Qur’an itu suatu ayat hissiyah yang dapat dirasai pancaindera;  tetapi akliyah (bersifat akal), diam tidak berbicara, kekal sepanjang masa, berkembang di dalam dunia.

            Seluruh ayat al-Qur’an, baik dalam jumlah sedikit atau banyak adalah mu’jizat atau setiap ayat al-Qur’an memiliki  i’jaz segi balaghahnya yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Itulah sebabnya mu’jihad al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan datang.

Menurut Dr.Quraisy Shihab, M.A. ada tiga segi kemu’jizatan al-Qur’an, yaitu:

1).  Pemberitaan gaibnya, ini terbagi dua, 1) masa lampau dan 2) masa yang akan datang; masa yang akan datang ini juga terbagi dua, yaitu a) yang sudah terbukti dan b) yang belum terbukti.

2).  Isyarat-isyarat ilmiah yang menyangkut banyak hal, misalnya penciptaan alam semesta, reproduksi manusia, dan sebagainya.

3).  Dari segi bahasanya, baik balaghahnya maupun fashahahnya. Secara umum hal ini, sekarang sudah sulit dibuktikan.

Ketiga segi kemu’jizatan al-Qur’an tersebut tidak dapat dibuktikan tanpa mengaitkan dengan pribadi Nabi Muhammad.

            Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dnegan pemberitaan gaib masa lampau (sejarah) seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba, Tsamud, Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain, dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia.

            Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan pemberitaan gaib masa yang akan datang (ramalan-ramalan) dan sudah terbukti atau dibuktikan oleh sejarah seperti tentang runtuhnya bangsa Rumawi (Q.S.al-Rum (30) : 2,3,4.

غُلِبَتْ الرُّومُ(2)فِي أَدْنَى اْلأََرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ(3)فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ اْلأََمْرُ مِنْ

قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ(4)

berpecah belahnya Kristen (Q.S. al-Maidah (5) : 14

وَمِنْ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمْ

الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمْ اللَّهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

juga menjadi bukti kepada kita bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah swt.

Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dnegan ilmu pengetahuan dapat menyakinkan kita bahwa al-Qur’an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia, apabila ciptaan Nabi Muhammad yang ummi (Q.S. al-A’raf (7) : 158,

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ واْلأََرْضِ لاَ إِلَهَ اِلاَّ هُوَ

يُحْيِ وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ

تَهْتَدُونَ

yang hidup pada awal abad keenam Masehi.

            Bahasa al-Qur’an yang sangat indah dan susunan katanya yang rapi, tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti merupakan ciri dari gaya bahasa al-Qur’an.

            Karena gaya bahasa yang demikian itulah, maka Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar al-Qur’an awal surah Thaha yang dibicara oleh adiknya Fatimah, Abul Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surah Fushshilat yang dikemukakan Rasul Allah Muhammad saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya. Bahkan Abu Jahal musuh besar Nabi karena mendengar surah al-Dhuha yang dibaca Nabi.

            Tepat apa yang dinyatakan al-Qur’an, bahwa seseorang tidak menerima kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu Allah disebabkan oleh salah satu dari dua sebab, yaitu :

1).  Tidak berfikir dengan jujur dan sungguh-sungguh. Hal ini disebut al-maghdhub (dimurkai Tuhan) karena tahu kebenaran, tetapi tidak mau menerima kebenaran itu.

2).  Tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur’an secara baik. Hal ini disebut al-Dhallin (orang sesat) karena tidak menemukan kebenaran itu.

            Sebagai jaminan bahwa al-Qur’an itu wahyu Allah, maka al-Qur’an sendiri     menantang setiap manusia untuk membuat satu surah saja yang senilai dengan al-Qur’an (lihat Surah al-Baqarah (2) : 23,24).

b.   Pedoman hidup bagi setiap manusia, khususnya yang sudah muslim, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Ba qarah (2): 185 dan Q.S. al-Nisa (4): 105 al-Maidah (5) : 49, 50 al-Jatsiyah (45) : 20.

            Sebagai pedoman hidup, al-Qur`an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia, dan manusia dengan alam yang lain. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Tuhan, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, kepemimpinan, berperang, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu, sebagaimana tercantum dalam Q.s. al-A`raf (7): 158; al-Anbiya (21): 107; Saba (35) : 28.

            Setiap muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya, sesuai Q.s. al-Baqarah (2): 208; al-An`am  (6): 153; al-Taubah (9): 51.

Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang oleh al-Qur`an sebagai bentuk pelanggaran dan dosa, sesuai Q.s. al-Ahzab (33): 36; al-Baqarah (2): 265. Melaksanakannya dinilai ibadah, sesuai Q.s. al-Nisa (4): 69; al-Ahzab (33): 71; al-Nur (24): 52; memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, sesuai Q.s. al-Taubah (9): 41; al-Shaf (61): 10-13; mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, sesuai Q.s. Ali Imran (3): 157; 169; hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian (3): 195; dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim, fasik, dan kafir, sesuai Q.s. al-Maidah (5): 44, 45, 47.  

c.   Sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam Q.s. al-Maidah (5): 48, 15; al-Nahl (16): 64, dan bernilai abadi.

            Sebagai korektor, al-Qur`an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab Taurat, Injil dan lain-lain yang dinilai oleh al-Qur`an tidak sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya. Sebagai contoh koreksi-koreksi yang dikemukakan al-Qur`an antara lain sebagai berikut:

1).  Tentang ajaran Trinitas, tercantum dalam Q.S. al-Maidah (5): 75.

2).  Tentang Isa, tercantum dalam Q.S. Ali Imran (3): 49, 59; al-Maidah (5): 72.

3).  Tentang penyaliban Isa, tercantum dalam Q.S. al-Nisa (4): 157, 158.

4).  Tentang ajaran Sulaiman, tercantum dalam Q.s. al-Baqarah (2): 102.

5).  Tentang ajaran Harun, tercantum dalam Q.s. Thaha (20): 90-94, dan lain-lain.

d.   Sarana peribadatan

     Al-Qur`an merupakan sarana peribadatan yang sangat tinggi nilainya, karena dengan membaca al-Qur`an saja Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda, apalagi kalau mengamalkan kandungannya.

Mengenai pahala orang yang membaca dan mendengarkan al-Qur`an dinyatakan oleh Allah dalam Q.S. al-A`raf (7): 204, yang artinya: Dan apabila dibacakan al-Qur`an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat.

Al-Qur`an adalah bacaan yang paling baik bagi orang yang beriman, karena di samping mendapat pahala yang berlipat ganda, juga dapat menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.

Ibnu Mas`ud berkata: Jika jiwamu gelisah, maka bawalah hatimu ke tiga tempat, yaitu: 1) ke tempat orang yang membaca al-Qur`an, engkau baca al-Qur`an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; 2) engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hatimu ke pada Allah; dan 3) engkau cari waktu atau tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah; umpamanya di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam minta kepada Allah ketenangan jiwa, ketenteraman fikiran dan kemurnian hati; seandainya jiwamu belum juga diberi hati yang lain, sebab hati yang engkau pakai itu, bukan hatimu lagi.

c.   Penyempurnaan kitab-kitab Allah terdahulu

Kitab-kitab Allah sebelum al-Qur`an, tidak berlaku universal, hanya sesuai dengan masa dan tempat di mana kitab-kitab itu diturunkan. Karena itu, al-Qur`an datang untuk menyempurnakan, sebagaimana firman Allah dalam Q.s. al-Maidah (5): 3, yang artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu  dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuredhai Islam jadi agamamu.

Berdasarkan penegasan al-Qur`an tersebut, ditambah dengan kenyataan obyektif dari kitab-kitab Allah sebelum al-Qur`an yang sudah diinterpolasi oleh manusia, maka kita tidak boleh lagi beriman kepada apa yang dinamakan kitab Zabur, Taurat dan Injil yang ada di permukaan bumi kita dewasa ini.

Iman kepada kitab-kitab Allah sebelum al-Qur`an itu, hanya berarti kitab wajib percaya bahwa sebelum al-Qur`an Allah telah pernah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Nabi dan Rasul-Nya; tidak mengharuskan kita untuk mengikuti ajarannya, sebab ia telah mansukh (terhapus) dan digantikan oleh ajaran al-Qur`an. Dengan demikian; al-Qur`anlah satu-satunya kitab suci yang wajib kita imani dan kita ikuti ajarannya sebagai jalan keselamatan yang sesungguhnya.

(dari berbagai sumber)

Kamis, 01 Oktober 2020

Pengertian al-Qur`an

Secara etimologis, kata Qur`an adalah isim masdar (bentuk infinitif) dari kata qaraa – yaqrau – quranan, yang berarti : bacaan. Dr. Subhi al-Salih mengatakan : kata al-Qur`an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (dibaca), maksudnya al-Qur`an itu harus dibaca. Dalam al-Qur`an sendiri ada pemakaian kata qur`an dalam arti demikian, sebagai tercantum dalam surah al-Qiyamah (75): 17, 18.

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ(18)

Secara terminologi, al-Qur`an ialah: Kalam Allah swt. yang merupakan mu`jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dimushaf, diriwayatkan dengan mutawatir, dan membacanya adalah ibadah.

Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad saw., tidak dinamakan al-Qur`an seperti Zabur, Taurat dan Injil juga Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan al-Qur`an.

Al-Qur`an adalah sumber asasi yang pertama, norma dan nilai dalam Islam, ia adalah himpunan firman Allah swt. untuk segenap umat manusia di atas planet bumi ini, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.  secara berangsur-angsur selama ± 23 tahun, yaitu 13 tahun sebelum hijrah sampai 10 tahun setelah hijrah.

Selasa, 01 September 2020

Kerangka Dasar Agama Islam

Agama Islam yang mencakup seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia, kerangka dasarnya dapat disederhanakan seperti berikut;

1.   Aqidah Islam, yakni menyangkut masalah rukun iman atau teologi dalam Islam.

2.   Syariat Islam, yakni menyangkut masalah hukum dan ketentuan dalam Islam, baik dalam kaitannya dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan makhluk yang lain. Syari`at Islam mencakup dua hal, yaitu: ibadah khusus atau ibadah mahdlah (murni), dan ibadah umum atau muamalah dalam arti yang luas.

      Ibadah khusus atau ibadah madlah adalah menyangkut rukun Islam; sedangkan ibadah umum atau muamalah dalam arti yang luas adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut:

      a.   Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, yaitu peraturan yang mengatur hukum perseorangan dan keluarga.

      b.   Mu`amalah dalam arti khusus, yaitu peraturan yang mengatur hukum benda dan perjanjian.

      c.   Jinayat, yaitu peraturan yang mengatur tindak pidana dan sekitarnya.

      d.   Al-Mukhashamat, yaitu pengaturan yang mengatur hukum acara dan peradilan.

      e.   Al-Fiqh al-Dawliyyah, yaitu peraturan yang mengatur hukum kekuasaan dan hubungan international.

      f.    Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, yaitu peraturan yang mengatur hukum tatanegara dan administrasi negara.

3.   Akhlak Islam, yaitu menyangkut masalah tata nilai, sifat perangai dan budi pekerti seorang muslim, baik terhadap Allah, sesama manusia dan terhadap alam yang lain.

            Akhlak Islam merupakan buah dari pelaksanaan syari’at Islam yang berakar pada aqidah Islam.

            Ketiga kerangka dasar agama Islam tersebut, bersumber pada dua sumber pokok yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau Sunnah Nabi saw. kemudian diperkaya oleh hasil ijtihad para ulama.

 

Sabtu, 01 Agustus 2020

Tugas Pokok Agama Islam

Ada beberapa tugas pokok agama Islam:
  1. Mendatangkan perdamaian di dunia, dengan membentuk persaudaraan di antara sekalian agama di dunia.
  2. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang sudah-sudah.
  3. Membetulkan kesalahan-kesalahan dalam agama sebelumnya, menyaring mana yang benar dan meluruskan mana yang palsu.
  4. Mengajarkan kebenaran abadi, yang sebelumnya tidak pernah diajarkan, berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam tahap permulaan dari tingkat perkembangan mereka.
  5. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
  6.  

Rabu, 01 Juli 2020

Karakteristik Agama Islam

Islam menjadi agama yang paling istimewa dibanding dengan agama-agama yang lain, oleh karena ia memiliki karakteristik (ciri khas) sebagai berikut:

1.  Islam adalah agama fitrah.  Maksudnya, adalah agama yang sesuai dengan naluri manusia, pembawaan sejak lahir manusia, kodrat manusia atau sifat asli manusia. Atau dengan kata lain, Islam adalah agama yang manusiawi.

2.  Islam adalah agama tauhid. Maksudnya, agama yang berlandaskan atas aqidah yang murni, yaitu ke-Esaan Allah secara mutlak sebagai pangkal  tolak dari seluruh pengamalan ajarannya. Itulah sebabnya, Islam senantiasa berusaha memurnikan dirinya dari unsur-unsur luar, yakni syirik (politeisme),  sebagaimana  tercantum  dalam  Q. s.  al-Bayyinah  (98) :4.  وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمْ الْبَيِّنَةُ Islam menolak segala bentuk penyembahan terhadap selain Allah – la ma`buda illa Allah.

3.   Islam adalah agama hanif (up right). Yakni agama yang penganutnya harus tinggi budi pekertinya, lurus hatinya dan senantiasa cenderung untuk berbuat kebaikan (amal saleh).

4.   Islam adalah agama yang mudah/ringan. Tidak ada alasan bagi seorang muslim (siapapun) untuk bermalas-malas mengamalkan ajaran Islam, karena Islam bukanlah agama yang berat atau kejam. Firman Allah yang artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (Q.s. al-Baqarah (2) : 185).

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمْ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمْ الْعُسْرَ

      Itulah sebabnya dalam agama Islam terdapat hukum rukhsah (keringanan atau dispensasi) yang sengaja diberikan oleh Allah kepada setiap muslim yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan ajaran Islam. Misalya, bagi muslim musafir dibolehkan menjamak dan mengqashar shalat, dibolehkan berbuka puasa; dan sebagainya.

5.   Islam adalah agama yang moderat. Maksudnya, agama yang sedang, agama yang lunak atau tengah-tengah, yaitu tengah-tengah di antara dua faham yang ekstrim, baik ekstrim terlalu keras, maupun ekstrim terlalu lunak. Sebagai contoh: orang Yahudi sangat membenci Nabi Isa dan menganggapnya anak haram karena ia lahir tanpa bapak; ibu nabi Isa (Maryam) dituduh menyeleweng. Sebaliknya, orang Nasrani sangat mencintai nabi Isa dan menyakininya sebagai Tuhan (Tuhan anak) sebagai salah satu oknum dari Trinitas (Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Ruh Kudus). Sedangkan Islam mengambil jalan tengah, dan menolak kedua pandangan yang bertentangan secara ekstrim tersebut; kelahiran nabi Isa tanpa ayah hanyalah bukti kekuasaan Allah semata, sama halnya dengan terjadinya nabi Adam tanpa ibu dan ayah. Nabi Isa tidak lebih dari seorang nabi dan rasul-rasul Allah yang lain. Atas pandangan itulah, maka umat Islam disebut ummatan wasathan yaitu umat penengah, sebagai tercantum dalam Q.s. al-Baqarah (2) :143.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

6.   Islam adalah agama rasional. Maksudnya agama yang dapat diterima oleh akal. Dalam hubungan ini, ajaran Islam dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

      a.   Ajaran Islam yang ma`qul artinya ajaran yang rasional (dapat diterima oleh akal). Contohnya: Tuhan itu satu, seseorang tidak menanggung dosa orang lain, dan sebagainya.

      b.   Ajaran Islam yang ghairu ma`qul yaitu ajaran yang di luar jangkauan akal. Contohnya: rakaat shalat yang berbeda-beda, hakekat zat Allah, mencium hajar aswad, dan sebagainya.  

7.   Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam, sekurang-kurangnya ditandai oleh adanya tiga keyataan:

      a.   Islam menghimpun semua kebenaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul Allah yang pernah lahir. Pokok-pokok ajaran Taurat, Zabur dan Injil, semuanya tercantum dalam al-Qur`an.

      b.   Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (termasuk dirinya sendiri), bahkan mengatur hubungan manusia dengan seluruh makhluknya yang lain.

      c.   Adanya pengakuan dari Allah, bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan Dia sendiri yang menyempurnakannya, sebagaimana tercantum dalam Q.s. al-Maidah (5):3.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

 

 

(dari berbagai sumber)

Senin, 01 Juni 2020

Pengertian Islam

 Pengertian IslamSecara etimologi, kata Islam berasal dari bahasa Arab, diangkat dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata salima itu, dibentuk kata aslama yang artinya berserah diri, tunduk, patuh dan taat. Kata aslama inilah yang menjadi pokok kata Islam, (aslama--yuslimu--islaman). Orang yang melakukan aslama atau masuk Islam dinamakan muslim, yakni orang yang telah menyatakan dirinya berserah diri, taat, tunduk dan patuh secara mutlak kepada Allah swt. Orang yang demikian ini terjamin keselamatan hidupnya, baik di dunia dan di akhirat.

Kata Islam adalah nama agama Allah yang tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, atau dengan golongan tertentu, ataupun dengan negeri tertentu. Tetapi, nama Islam adalah pemberian langsung dari Allah swt. sebagai nama agama wahyu yang diturunkan kepada segenap umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Maidah (5) : 3

وَرَضِيتُ لَكُمْ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

Terjemahnya :

            Aku (Allah) rela Islam sebagai agama bagi kamu sekalian.

            Jadi, Islam sebagai nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. mengandung keistimewaan dan hikmah yang tinggi, seklaigus merupakan petunjuk akan kebenaran, dan keabsahannya sebagai agama wahyu murni dari Allah swt. tanpa campur tangan manusia sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. Ali Imran (3) : 19:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَمُ

 Terjemahnya :

            Sesungguhnya Dia (agama) yang sah di sisi Allah hanyalah Islam

      Jadi, Islam itu pada hakekatnya adalah agama Allah, yang diperuntukkan bagi seluruh makhluknya, khususnya manusia. Karena itu, manusia yang memiliki Islam sebagai agamanya, mereka akan diterima oleh Allah, tetapi, bagi mereka yang memiliki agama selain agama Islam, mereka akan ditolak oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ali Imran (3) : 85

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآَخِرَةِ مِنْ الْخَاسِرِينَ

Terjemahnya:

Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. 

 Pernyataan Allah tersebut, dapat diterima secara rasional, oleh karena :

1.   Secara etimologi dapat dibuktikan bahwa kata Din sama dengan Islam yang berarti patuh dan taat. Bahkan hadits Nabi saw. menyatakan : Din adalah aqal, tidak ada Din bagi orang yang tidak ber-aqal. Pernyataan Nabi ini dimaksudkan bahwa : kepatuhan dan ketaatan secara sempurna akan muncul dari hasil pertimbangan antara akal dan hati.

2.   Secara logika, dapat dibuktikan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mengandung ajaran penyerahan diri secara penuh dan mutlak hanya kepada Allah melalui pernyataan ikrar la ilaha illa Allah yang dimanifestasikan dalam bentuk amaliah. Oleh karena itu, logislah kalau Allah hanya mengakui Islam satu-satunya agama yang benar.

3.  Secara materi, Islam mencakup hablum min Allah dan hablum min al-nas, sedangkan agama sebelumnya hanya mencakup hablum min Allah saja. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang paling lengkap dari agama-agama sebelumnya.             

4.  Secara historis, dibuktikan bahwa Islam merupakan agama yang terakhir (akhir zaman) yang bertugas menggantikan agama sebelumnya, yang masa berlakunya telah selesai dan telah diinterpolasi oleh manusia. Kemudian Islam datang untuk mengadakan koreksi, pembetulan dan penyempurnaan, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Taubah (9) : 33

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

 Q.S. al-Shaf (61) :9

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Q.S. al-Fathu (48) 28.

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

5.  Secara hukum Evolusi dapat dibuktikan, karena hukum evolusi menyatakan bahwa sesuatu akan berkembang secara evolusi, dari yang kurang sempurna menuju kepada yang lebih sempurna.

Menurut syekh Muhammad Abduh dalam kitabnya Risalah al Tauhid  dan Tafsir al-Manar, bahwa wahyu dan kerasulan berkembang secara evolusi dan mencapai kesempurnaannya pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir, demikian juga rasul, sejak Nabi Adam, telah berkembang secara evolusi, dan mencapai puncaknya pada rasul Muhammad saw. Karena itu Islam sebagai agama terakhir, mengandung wahyu yang paling sempurna, dan dibawa oleh rasul yang paling sempurna pula.

Sedangkan secara terminologi, Islam mengandung dua pengertian, yaitu pengertian Islam secara khusus dan pengertian Islam secara umum.

a.   Yang dimaksud Islam secara khusus ialah : din (agama) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. berdasarkan al-Qur’an dan sunnahnya, dilengkapi dengah hasil ijtihad ulama, yang mengndung perintah-perintah, larangan-larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk kebahagian dan kesejahteraan manusia, di dunia dan di akhirat.

b.   Yang dimaksud Islam secara umum ialah : agama yang disyari’atkan oleh Allah dengan perantaraan para Nabi dan Rasul-Nya, yang mengandung perintah-perintah, larangan-larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk kebahagian dan kesejahteraan manusia, di dunia dan di akhirat.

Pengertian Islam secara umum tersebut, sejalan dengan beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa agama Islam adalah agama para Nabi dan Rasul Allah, sebagai contoh dapat dilihat berikut ini :

a.   Islam adalah agama Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub  dan sebagainya, sebagaiman tercantum dalam Q.S. al-Haj (22) : 78

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمْ الْمُسْلِمينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

Q.S. al-Baqarah (2) : 132

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمْ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Q.S. Ali Imran (3) : 67

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ

al-Nisa (4) : 163.

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَاْلأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

b.   Islam adalah agama Nabi Yusuf, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Yusuf (12) : 101.

رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنْ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ اْلأََحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأََرْضِ أَنْتَ وَلِيِّ فِي الدُّنْيَا وَاْلآَخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

c.   Islam adalah agama Nabi Sulaiman, sebagaimanatercantum dalam Q.S. al-Naml (27) : 30-31.

إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِاِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيمِ(30)أَلاَّ تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ(31)

d.   Islam adalah agama Nabi Musa, sebagaiaman tercantum dalam Q.S. al-Syura (42) : 13

شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى

e.   Islam adalah agama Nabi Isa, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ali Imran (3) : 52.

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمْ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

            Di samping Islam sebagai agama para Nabi dan Rasul Allah, juga Islam merupakan agama alam semesta. Semua alam semesta ini adalah muslim , dalam arti semuanya tunduk dan patuh (aslama) terhadap Allah rab al-alamin, sebagaimana tercantum dalam Q.s. Saba` (34) : 28

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

Q.s. Ali Imran (3) : 83.

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأََرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Islam mewajibkan kepada seluruh manusia untuk beriman kepada para Nabi dan Rasul Allah serta kitab suci yang mereka bawa. Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul terakhir, ajarannya mencakup seluruh agama wahyu sebelumnya, kitab sucinya (al-Qur`an) merupakan gabungan dari semua kitab suci agama wahyu sebelumnya, sebagaimana firman Allah dalam Q.s. al-Bayyinah (98) : 2-3

رَسُولٌ مِنْ اللَّهِ يَتْلُوا صُحُفًا مُطَهَّرَةً(2)  فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ  (3)

Terjemahnya:

(yaitu) seorang  rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur`an). Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus.

 

 (dari berbagai sumber)

Jumat, 01 Mei 2020

Kebutuhan Manusia terhadap Agama

Mengapa manusia butuh agama? adalah suatu pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Namun, kita melihat potensi-potensi yang dimiliki manusia, maka kita akan menemukan beberapa jawaban terhadp pertanyaan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :

1.   Manusia sebagai makhluk Allah memiliki banyak kelebihan dibanding dengan makhluk yang yang lain; tetapi dibalik kelebihan yang banyak itu, manusia  juga tidak luput dari banyak kekurangan, kelemahan dan kemampuan yang terbatas. Manusia terbatas pada alam sekitarnya, warisan keturunan dan latar belakang kebudayannya/hidupnya,; yang menyebabkan adanya perbedaan pandangan dalam menghadapi suatu masalah, bahkan seringkali bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

      Pandangan yang simpang siur tersebut (subyektif) tidak akan dapat menimbulkan keyakinan atas kebenaran, tetapi senantiasa diliputi oleh kabut keragu-raguan (dzanny), sehingga manusia senantiasa gagal dalam menentukan kebenaran secara mutlak, ia tidak sanggup menentukan kebaikan dan keburukan (haq dan batil), ia tidak dapat menentukan nilai-nilai semua hal yang demikian itu adalah di luar bidang ilmu pengetahuan manusia.

      Untuk mengatasi ataupun memberikan solusi terhadap kegagalan manusia sebagai akibat dari kelemahannya, itu maka diperlukan agama/wahyu yang berasal dari luar manusia, yakni Allah swt. melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Hal ini dapat terjadi karena Allah swt. adalah Maha Sempurna, sehingga wahyu yang diturunkan-Nya merupakan kebenaran mutlak dan bersifat universal yang tak perlu diragukan lagi, sebagaimana  firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah (2) : 147

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنْ الْمُمْتَرِينَ

Kebenaran itu adalah berasal dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu meragukannya.

 

2.   Dalam diri manusia terhadap hawa nafsu, yang senantiasa mengajak manusia kepada kejahatan, apalagi kalau hawa nafsu tersebut sudah dipengaruhi oleh syaitan/iblis yang senantiasa menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Jika manusia dapat mengalahkan pengaruh hawa nafsu dan syaitan tersebut, maka ia akan lebih tinggi derajatnya daripada malaikat; tetapi, jika ia mengikuti ajakan hawa nafsunya dan syaitan tersebut, maka ia akan turun derajatnya lebih rendah daripada binatang.

    Untuk mengatasi pengaruh hawa nafsu dan syaitan itu, manusia harus memakai senjata agama (iman), karena hanya agama (imanlah) yang dapat mengatasi dan mengendalikan hawa nafsu dan syaitan/iblis itu; sebab agama merupakan sumber moral dan akhlak dalam Islam. Itulah sebabnya, missi utama manusia, sebagaimana hadits beliau yang menyatakan: Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

     Melawan hawa nafsu dan syaitan adalah jihad akbar, sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw. sewaktu kembali dari perang Badar: Kita kembali dari jihad (perang) yang paling kecil menuju jihad yang paling besar, para sahabat bertanya: adakah perang yang lebih besar dari perang ini ya Rasulullah? Nabi menjawaab : ada, yakni melawan hawa nafsu.

      Di samping itu, ada hadits lain yang mengatakan: Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya semata-mata mengikuti agama Islam yang kaubawa.

3.   Manusia dengan akalnya semata, tidak mampu mengetahui alam metafisika, alam akhirat yang merupakan alam gaib, dan berada di luar jangkauan  akal manusia, sebagaimana firmana Allah dalam Q.S. al-Nahl (27) : 65,

وَاللَّهُ أَنزَلَ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

     

     Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya, bahwa akal manusia mempunyai batas-batas kemampuan tertentu, sehingga tidak boleh melampaui batas dan wewenangnya. Oleh karena itu, banyak masalah yang tidak mampu dipecahkan oleh akal manusia, terutama masalah alam gaib; dan di sinilah perlunya agama/wahyu untuk meberikan jawaban terhadap segala masalah gaib yang berada di luar jangkauan akal manusia. Di sinilah letak kebutuhan manusia untuk mendapat bimbingan agama/wahyu, sehingga mampu mengatasi segala persoalan hidupnya dengan baik dan menyakinkan.

4.   Para sainstis yang terlalu mendewakan ilmu pengetahuan -- khususnya di Barat telah banyak yang kehilangan idealisme sebagai tujuan hidupnya. Mereka dihinggapi penyakit risau gelisah, hidupnya hambar dan hampa, karena dengan pengetahuan semata, mereka tidak mampu memenuhi hajat hidupnya; sebab dengan bekal ilmu pengetahuannya itu, tempat  berpijaknya makin kabur, karena kebenaran yang diperolehnya relatif dan temporer, sehingga rohaninya makin gersang, sebagaimana bumi ditimpa kemarau, sehingga membutuhkan siraman yang dapat menyejukkan. Di sinilah perlunya agama untuk memenuhi hajat rohani manusia, agar ia tidak risau dan gelisah dalam menghadapi segala persoalan hidup ini.

5.   Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Namun, dibalik semuanya itu, kemajuan ilmu pengetahuann dan tekhnologi pula yang banyak menimbulkan kecemasan dan ancaman keselamatan bagi umat manusia. Berbagai konflik yang maha dahsyat terjadi diberbagai belahan dunia dewasa ini merupakan dampak negatif dari pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu, dengan ilmu dan tekhnologi, manusia memproduksi senjata, namun dengan senjata itu pula manusia  banyak menjadi korban. Di sinilah perlunya agama, karena hanya agama (iman) lah   yang dapat mencegah agar ilmu dan tekhnologi tersebut tidak berubah menjadi senjata makan tuan/pagar makan tanaman. Agamalah yang mampu menjinakkan hati manusia  yang sesat, untuk berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada orang lain.

            Jadi, ilmu dan agama harus bergandengan tangan, akal dan wahyu mesti sejalan, keduanya merupakan anugerah Allah untuk manusia  karena itu Nabi saw. menyatakan : bahwa ilmu itu adalah jiwa dan tiangnya agama Islam.

Barang siapa menghendaki dunia, maka hendaklah ia berilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki akhirat, maka hendaklah ia berilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki keduanya maka hendaklah ia berilmu pengetahuan.

Hadis tersebut terlihat betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan agama itu untuk kehidupan manusia; karena itu Allah berjanji untuk mengangkat derajat orang – orang yang beriman dan sekaligus berilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Mujadalah (38) : 11:

... يَرْفَعْ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ...

Terjemahnya :

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ……

            Dalam surah Fathir (35) : 28, ditegaskan oleh Allah bahwa : hanya saja yang akan takut kepada Allah di antara hambanya ialah hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan.

 Karena itu, agama dan ilmu pengetahuan merupakan  kebutuhan primer setiap manusia. Ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan intelek /akal manusia, sedang agama untuk memenuhi kebutuhan jiwa /hati  manusia. Jika kebutuhan akal dan jiwa itu terpenuhi secara seimbang, maka akan terwujudlah  manusia yang utuh, yaitu manusia yang mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, sebagaimana tercantum dalam tujuan dan hakekat pembangunan Nasional Indonesia.

(dari berbagai sumber)