- Al-Qur`an mengandung beberapa pokok persoalan, kesemuanya tercakup dalam surah al-Fatihah, antara lain meliputi:
- Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, Hari Kemudian, Qadha dan Qadar, dan sebagainya.
- Prinsip-prinsip syari`ah, baik mengenai ibadah khusus, seperti shalat, zakat, puasa dan haji; maupun mengenai ibadah umum, seperti perekonomian, pemerintahan, pernikahan, kemasyarakatan, dsb.
- Janji dan ancaman (tabsyir dan tandzir), yaitu janji terhadap orang yang berbuat baik dengan balasan kebaikan (syurga), dan ancaman terhadap orang yang berbuat dosa/kejahatan dengan balasan siksa (neraka).
- Kisah para Nabi/Rasul Allah serta umat-umat terdahulu, guna menjadi I`tibar (perhatian) bagi kita, agar kita dapat mengambil pelajaran daripadanya.
- Konsep ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang masalah ketuhanan (agama), manusia, masyarakat, maupun pengetahuan tentang alam semesta.
Rabu, 02 Desember 2020
Kandungan al-Qur`an
Senin, 30 November 2020
Sejarah Singkat Kodifikasi al-Qur'an
Allah menjamin kemurnian dan kesucian al-Qur'an (lihat Q.S. al-Hijr, 15:9), akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan dan pengurangan-pengurangan.
Di samping itu, dalam catatan sejarah, juga dapat
dibuktikan bahwa proses penulisan dan kodifikasi al-Qur`an dapat menjamin
kesuciannya secara meyakinkan.
Al-Qur`an telah selesai ditulis sejak Nabi masih
hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, beliau langsung memerintakan para
sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka menulis,
mereka juga menghafalnya sekaligus mengamalkannya.
Pada awal pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddiq,
atas inisiatif Umar Ibnu Khattab, al-Qur`an telah dikodifikasi menjadi sebuah
mushaf oleh Zaid bin Tsabit; berdasarkan alasan adanya peristiwa perang Yamamah
yang menewaskan 70 penghafal al-Qur'an, sehingga dikhawatirkan jika peristiwa itu berlanjut, penghafal
al-Qur'an akan punah/langka yang dapat mengakibatkan hilangnya keaslian dan
kemurnian al-Qur'an.
Al-Qur'an hasil kodifikasi Zaid bin Tsabit itu
diserahkan kepada khalifah Abu Bakar dan tetap di tangan Abu Bakar sampai ia
meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap ada di sana
selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat Mushaf al-Qur’an itu
dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar, istri Rasulullah saw. sampai masa
kodifikasi al-Qur`an di zaman khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan
timbul pertikaian tentang qiraat (bacaan) al-Qur`an. Kalau pertikaian
tersebut dibiarkan saja, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang
tidak diinginkan di kalangan kaum muslimin. Karena itu, Utsman bin Affan
berupaya untuk menghilangkan pertikaian tersebut dengan jalan menulis kembali
al-Qur'an dengan memakai lahjah (dialek) aslinya yaitu lahjah bahasa
Arab Quraisy. Untuk itu, Utsman bin Affan membentuk lajnah (panitia)
penulis dan kodifikasi al-Qur'an, yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit,
anggotanya adalah Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abd. al-Rahman bin
Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah mengkodifikasi al-Qur'an,
yakni menyalin dari mushaf yang disimpan di rumah Hafsah menjadi sebuah
mushaf yang berdialek bahasa Arab Quraisy. Hasil kodifikasi panitia ini,
sebanyak
Mushaf-mushaf al-Qur'an tersebut tidak berbaris dan
tidak bertitik. Tetapi, karena telah mempergunakan dialek Qurisy, maka pada
umumnya orang Quraisy dapat membacanya dan mengerti kandungannya. Namun,
setelah masuknya orang-orang di luar Jazirah Arab ke dalam Islam, maka mulai
timbul kesalahfahaman dalam membaca dan mengartikan al-Qur'an sehingga timbul
usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan penulisannya dan penyeragaman
bacaannya. Usaha itu dilakukan oleh Abu Aswad al-Dualy dengan membuat tanda
baca yaitu memberi baris akhir kalimat dengan satu titik di atas (a), satu
titik di bawah (i), satu titik samping (u), dan dua titik untuk tanda dua
baris.
Usaha selanjutnya, dilakukan oleh Nashir bin Ashim
dengan memberi titik pada huruf al-Qur'an; dan kemudian disempurnakan oleh
al-Khalil bin Ahmad dengan memberi baris secara sempurna, yaitu huruf waw
yang kecil di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil untuk
tanda fathah, huruf ya kecil untuk tanda kasrah, kepala
huruf syin untuk tanda syiddah,
kepala huruf ha untuk sukun, dan kepala huruf 'ain untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi
bentuk yang ada sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya, timbul usaha untuk
menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur'an, sehingga muncul terjemahan dan
menafsirkan al-Qur'an menurut bidang ilmu; bahkan kini muncul pembahasan al-Qur'an
menurut disiplin ilmu yang ada dengan mengumpulkan semua ayat yang ada
hubungannya dengan disiplin ilmu tersebut. al-Qur'an pertama kali dicetak pada
tahun 1644 di Hamburg (Jerman).
Dewasa ini,
al-Qur`an telah mampu menunjukkan kehebatannya serta keasliannya, dan mampu
pula menjadikan dirinya sebagai pegangan dan rujukan pelbagai ilmu pengetahuan,
berdasarkan adanya kesadaran manusia bahwa al-Qur'an adalah kitab Allah yang
asli serta penuh dengan kandungan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu faktor yang dapat mendukung keaslian dan
kehebatan al-Qur'an ialah perjanjian sejarah kodifikasi al-Qur'an yang sangat
meyakinkan serta dukungan kemudahan penerimaan al-Qur'an dari generasi ke generasi
serta penghafalan al-Qur'an dari zaman ke zaman yang berfungsi sebagai kontrol
yang sangat meyakinkan terhadap keaslian al-Qur'an tersebut.
Di samping itu, faktor yang turut mendukung keaslian
al-Qur'an adalah karena al-Qur'an mengandung sistem tasyrik yang sangat
indah, yaitu (1) thabi`iyah (bersifat alami), (2) ma`qul
(bersifat logis), (3) wawathan (bersifat tengah-tengah, tidak ekstrim),
(4) dinamik tidak bersifat statis, yakni senantiasa mendorong ke arah kemajuan,
(5) realistis tidak utopis, yakni
berdasarkan kenyataan, tidak menghayal dalam mengemukakan sesuatu.
Minggu, 29 November 2020
Fungsi al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai berikut :
a. Mu’jizat bagi rasul Allah Muhammad saw, sebagaimana
tercantum dalam Q.S. al-Isra (17) : 88,
قُلْ لَئِنْ اجْتَمَعَتْ الْإِنسُ
وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ
بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Q.S. Yunus (10) : 38.
أَمْ
يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنْ اسْتَطَعْتُمْ
مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Mu’jizat yang didatangkan para Nabi dan
Rasul Allah ada dua macam, yaitu hissy dan akly.
Hissy ialah yang didapat
dengan pandangan mata, seperti tongkat Nabi Musa, keluarnya air dari celah-celah
jari Nabi Muhammad, dan sebagainya.
Akly ialah yang didapatkan dengan mata
hati, seperti mengambarkan berita baik, baik secara sindiran, maupun secara
tegas dan menerangkan hakekat ilmu yang diperoleh dengan tidak dipelajari.
Mu’jizat
Nabi Muhammad yang bersifat hissy adalah : batu kerikil bertasbih di tanganya,
berbicara dengan serigala, datang pohon kayu kepadanya, dan sebagainya.
Sedangkan mu’jizat Nabi Muhammad yang bersifat akly adalah: al-Qur’an.
Al-Qur’an itu suatu ayat hissiyah yang dapat dirasai pancaindera; tetapi akliyah (bersifat akal), diam tidak
berbicara, kekal sepanjang masa, berkembang di dalam dunia.
Seluruh
ayat al-Qur’an, baik dalam jumlah sedikit atau banyak adalah mu’jizat
atau setiap ayat al-Qur’an memiliki i’jaz
segi balaghahnya yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Itulah sebabnya
mu’jihad al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya
orang-orang Arab ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan
datang.
Menurut Dr.Quraisy Shihab, M.A. ada tiga segi
kemu’jizatan al-Qur’an, yaitu:
1). Pemberitaan gaibnya, ini terbagi dua, 1) masa
lampau dan 2) masa yang akan datang; masa yang akan datang ini juga terbagi
dua, yaitu a) yang sudah terbukti dan b) yang belum terbukti.
2). Isyarat-isyarat ilmiah yang menyangkut banyak
hal, misalnya penciptaan alam semesta, reproduksi manusia, dan sebagainya.
3). Dari segi bahasanya, baik balaghahnya maupun
fashahahnya. Secara umum hal ini, sekarang sudah sulit dibuktikan.
Ketiga segi kemu’jizatan al-Qur’an tersebut tidak
dapat dibuktikan tanpa mengaitkan dengan pribadi Nabi Muhammad.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dnegan pemberitaan gaib masa lampau (sejarah)
seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba, Tsamud, Ad, Yusuf, Sulaiman,
Dawud, Adam, Musa dan lain-lain, dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa
al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dengan pemberitaan gaib masa yang akan datang
(ramalan-ramalan) dan sudah terbukti atau dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang runtuhnya bangsa Rumawi (Q.S.al-Rum (30) : 2,3,4.
غُلِبَتْ
الرُّومُ(2)فِي أَدْنَى اْلأََرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ(3)فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ اْلأََمْرُ مِنْ
قَبْلُ
وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ(4)
berpecah belahnya Kristen (Q.S. al-Maidah (5) : 14
وَمِنْ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا
ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمْ
الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمْ اللَّهُ بِمَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ
juga menjadi bukti kepada kita bahwa al-Qur’an adalah
wahyu Allah swt.
Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dnegan ilmu
pengetahuan dapat menyakinkan kita bahwa al-Qur’an adalah firman-firman Allah,
tidak mungkin ciptaan manusia, apabila ciptaan Nabi Muhammad yang ummi
(Q.S. al-A’raf (7) : 158,
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
واْلأََرْضِ لاَ إِلَهَ اِلاَّ هُوَ
يُحْيِ وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ
yang hidup pada awal abad keenam Masehi.
Bahasa
al-Qur’an yang sangat indah dan susunan katanya yang rapi, tidak dapat
ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya.
Karena
gaya bahasa yang demikian itulah, maka Umar bin Khattab masuk Islam setelah
mendengar al-Qur’an awal surah Thaha yang dibicara oleh adiknya Fatimah, Abul
Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar
beberapa ayat dari surah Fushshilat yang dikemukakan Rasul Allah Muhammad saw. sebagai
jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya. Bahkan Abu Jahal musuh besar
Nabi karena mendengar surah al-Dhuha yang dibaca Nabi.
Tepat
apa yang dinyatakan al-Qur’an, bahwa seseorang tidak menerima kebenaran
al-Qur’an sebagai wahyu Allah disebabkan oleh salah satu dari dua sebab, yaitu
:
1). Tidak berfikir dengan jujur dan
sungguh-sungguh. Hal ini disebut al-maghdhub (dimurkai Tuhan) karena tahu
kebenaran, tetapi tidak mau menerima kebenaran itu.
2). Tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur’an
secara baik. Hal ini disebut al-Dhallin (orang sesat) karena tidak menemukan
kebenaran itu.
Sebagai
jaminan bahwa al-Qur’an itu wahyu Allah, maka al-Qur’an sendiri menantang setiap manusia untuk membuat
satu surah saja yang senilai dengan al-Qur’an (lihat Surah al-Baqarah (2) :
23,24).
b. Pedoman hidup bagi setiap manusia, khususnya yang
sudah muslim, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Ba qarah (2): 185 dan Q.S.
al-Nisa (4): 105 al-Maidah (5) : 49, 50 al-Jatsiyah (45) : 20.
Sebagai
pedoman hidup, al-Qur`an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip
umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia, dan
manusia dengan alam yang lain. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti:
beribadah langsung kepada Tuhan, kewarisan, pendidikan dan pengajaran,
kepemimpinan, berperang, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh
Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap
waktu, sebagaimana tercantum dalam Q.s. al-A`raf (7): 158; al-Anbiya (21): 107;
Saba (35) : 28.
Setiap
muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya, sesuai Q.s. al-Baqarah (2): 208; al-An`am (6): 153; al-Taubah (9): 51.
Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata
nilai itu dipandang oleh al-Qur`an sebagai bentuk pelanggaran dan dosa, sesuai
Q.s. al-Ahzab (33): 36; al-Baqarah (2): 265. Melaksanakannya dinilai ibadah,
sesuai Q.s. al-Nisa (4): 69; al-Ahzab (33): 71; al-Nur (24): 52;
memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, sesuai Q.s. al-Taubah (9):
41; al-Shaf (61): 10-13; mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, sesuai
Q.s. Ali Imran (3): 157; 169; hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai
pengabdian (3): 195; dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim,
fasik, dan kafir, sesuai Q.s. al-Maidah (5): 44, 45, 47.
c. Sebagai korektor dan penyempurna terhadap
kitab-kitab Allah yang sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam Q.s.
al-Maidah (5): 48, 15; al-Nahl (16): 64, dan bernilai abadi.
Sebagai
korektor, al-Qur`an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh
kitab-kitab Taurat, Injil dan lain-lain yang dinilai oleh al-Qur`an tidak
sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah
orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Sebagai contoh koreksi-koreksi yang dikemukakan al-Qur`an antara lain sebagai
berikut:
1). Tentang
ajaran Trinitas, tercantum dalam Q.S. al-Maidah (5): 75.
2). Tentang Isa, tercantum dalam Q.S. Ali Imran
(3): 49, 59; al-Maidah (5): 72.
3). Tentang
penyaliban Isa, tercantum dalam Q.S. al-Nisa (4): 157, 158.
4). Tentang
ajaran Sulaiman, tercantum dalam Q.s. al-Baqarah (2): 102.
5). Tentang ajaran Harun, tercantum dalam Q.s.
Thaha (20): 90-94, dan lain-lain.
d. Sarana
peribadatan
Al-Qur`an merupakan sarana
peribadatan yang sangat tinggi nilainya, karena dengan membaca al-Qur`an saja
Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda, apalagi kalau mengamalkan
kandungannya.
Mengenai
pahala orang yang membaca dan mendengarkan al-Qur`an dinyatakan oleh Allah
dalam Q.S. al-A`raf (7): 204, yang artinya: Dan apabila dibacakan al-Qur`an
maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapat
rahmat.
Al-Qur`an
adalah bacaan yang paling baik bagi orang yang beriman, karena di samping
mendapat pahala yang berlipat ganda, juga dapat menjadi obat dan penawar bagi
orang yang gelisah jiwanya.
Ibnu
Mas`ud berkata: Jika jiwamu gelisah, maka bawalah hatimu ke tiga tempat, yaitu:
1) ke tempat orang yang membaca al-Qur`an, engkau baca al-Qur`an atau engkau
dengar baik-baik orang yang membacanya; 2) engkau pergi ke majelis pengajian
yang mengingatkan hatimu ke pada Allah; dan 3) engkau cari waktu atau tempat
yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah; umpamanya di waktu
tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun
mengerjakan shalat malam minta kepada Allah ketenangan jiwa, ketenteraman
fikiran dan kemurnian hati; seandainya jiwamu belum juga diberi hati yang lain,
sebab hati yang engkau pakai itu, bukan hatimu lagi.
c. Penyempurnaan
kitab-kitab Allah terdahulu
Kitab-kitab
Allah sebelum al-Qur`an, tidak berlaku universal, hanya sesuai dengan masa dan
tempat di mana kitab-kitab itu diturunkan. Karena itu, al-Qur`an datang untuk
menyempurnakan, sebagaimana firman Allah dalam Q.s. al-Maidah (5): 3, yang
artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan
telah Kuredhai Islam jadi agamamu.
Berdasarkan
penegasan al-Qur`an tersebut, ditambah dengan kenyataan obyektif dari
kitab-kitab Allah sebelum al-Qur`an yang sudah diinterpolasi oleh manusia, maka
kita tidak boleh lagi beriman kepada apa yang dinamakan kitab Zabur, Taurat dan
Injil yang ada di permukaan bumi kita dewasa ini.
Kamis, 01 Oktober 2020
Pengertian al-Qur`an
Secara etimologis, kata Qur`an adalah isim masdar (bentuk infinitif) dari kata qaraa – yaqrau – quranan, yang berarti : bacaan. Dr. Subhi al-Salih mengatakan : kata al-Qur`an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (dibaca), maksudnya al-Qur`an itu harus dibaca. Dalam al-Qur`an sendiri ada pemakaian kata qur`an dalam arti demikian, sebagai tercantum dalam surah al-Qiyamah (75): 17, 18.
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
(17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ(18)
Secara terminologi, al-Qur`an ialah:
Kalam Allah swt. yang merupakan mu`jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada
Nabi Muhammad saw., ditulis dimushaf, diriwayatkan dengan mutawatir, dan
membacanya adalah ibadah.
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain
Nabi Muhammad saw., tidak dinamakan al-Qur`an seperti Zabur, Taurat dan Injil
juga Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang membacanya
tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan
al-Qur`an.