Faktor-faktor utama yang menyebabkan perceraian di antaranya adalah zina, mabuk, judi, penggunaan narkoba (madat), meninggalkan salah satu pihak, hukuman penjara, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari tahun ke tahun, faktor "meninggalkan salah satu pihak" menjadi alasan paling umum, meski jumlahnya terus menurun dari 3.091 kasus pada 2021 menjadi 1.771 kasus pada 2023. Hal ini menunjukkan adanya perubahan positif dalam komitmen pasangan untuk tetap bersama, meskipun masih terdapat banyak kasus yang terjadi akibat ketidakhadiran salah satu pihak dalam hubungan pernikahan.
Jika kita melihat persentase penurunan dari tahun 2021 hingga 2022, terdapat penurunan sebesar 12,90%. Penurunan ini mungkin mencerminkan meningkatnya kesadaran akan pentingnya mempertahankan keutuhan keluarga, atau mungkin adanya peningkatan dalam akses terhadap mediasi dan konseling perkawinan. Namun, persentase penurunan yang lebih tajam terjadi antara 2022 dan 2023, di mana jumlah perceraian turun hingga 24,73%. Hal ini menunjukkan upaya yang lebih intensif, baik dari pihak pemerintah, masyarakat, maupun institusi sosial dalam mengurangi angka perceraian.
Perceraian dalam hukum Islam merupakan solusi terakhir yang dibolehkan ketika tidak ada lagi jalan keluar untuk mempertahankan pernikahan. Islam mengakui bahwa pernikahan adalah ikatan suci yang dibangun atas dasar cinta, kasih sayang, dan ketentraman. Namun, ketika hubungan suami istri sudah tidak harmonis dan segala upaya rekonsiliasi gagal, Islam memberikan hak kepada pasangan untuk bercerai sebagai bentuk perlindungan terhadap keduanya. Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 229 mengatur perceraian dengan batasan yang jelas, menunjukkan bahwa keputusan ini harus diambil dengan pertimbangan matang.
Meskipun diperbolehkan, perceraian tetap dianggap sebagai solusi yang paling dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian" (HR. Abu Dawud). Hal ini karena perceraian dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasangan, anak-anak, dan masyarakat. Sebagai umat Islam, dianjurkan untuk terlebih dahulu mencari solusi melalui mediasi, musyawarah, dan bahkan terapi, sebelum memutuskan untuk mengakhiri pernikahan. Islam selalu menganjurkan untuk mengedepankan perdamaian dan penyelesaian masalah secara baik.
Namun, jika perceraian tetap menjadi pilihan yang tak terhindarkan, hukum Islam memberikan prosedur yang adil dan menjaga hak-hak kedua belah pihak. Dalam konteks ini, perceraian bukanlah jalan pintas, melainkan upaya terakhir setelah semua jalan perbaikan ditempuh. Dengan demikian, perceraian dalam Islam adalah solusi yang sah secara hukum, tetapi tetap harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran akan dampaknya.