Sabtu, 07 September 2024

Perceraian adalah Solusi Terakhir, Namun Dibenci Allah

Berdasarkan data perceraian dari Badan Pusat Statistik untuk periode 2021 hingga 2023, terlihat adanya tren penurunan jumlah perceraian yang signifikan. Pada tahun 2021, jumlah perceraian tercatat sebanyak 3.798 kasus. Angka ini kemudian menurun menjadi 3.308 kasus pada tahun 2022, dan semakin menurun pada tahun 2023 dengan jumlah 2.490 kasus. Penurunan ini memberikan gambaran tentang perubahan dalam dinamika kehidupan rumah tangga di Indonesia yang menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun, masih banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk memahami secara menyeluruh penyebab di balik angka-angka ini.
Faktor-faktor utama yang menyebabkan perceraian di antaranya adalah zina, mabuk, judi, penggunaan narkoba (madat), meninggalkan salah satu pihak, hukuman penjara, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari tahun ke tahun, faktor "meninggalkan salah satu pihak" menjadi alasan paling umum, meski jumlahnya terus menurun dari 3.091 kasus pada 2021 menjadi 1.771 kasus pada 2023. Hal ini menunjukkan adanya perubahan positif dalam komitmen pasangan untuk tetap bersama, meskipun masih terdapat banyak kasus yang terjadi akibat ketidakhadiran salah satu pihak dalam hubungan pernikahan.
Jika kita melihat persentase penurunan dari tahun 2021 hingga 2022, terdapat penurunan sebesar 12,90%. Penurunan ini mungkin mencerminkan meningkatnya kesadaran akan pentingnya mempertahankan keutuhan keluarga, atau mungkin adanya peningkatan dalam akses terhadap mediasi dan konseling perkawinan. Namun, persentase penurunan yang lebih tajam terjadi antara 2022 dan 2023, di mana jumlah perceraian turun hingga 24,73%. Hal ini menunjukkan upaya yang lebih intensif, baik dari pihak pemerintah, masyarakat, maupun institusi sosial dalam mengurangi angka perceraian.
Meskipun terdapat penurunan yang signifikan, faktor-faktor seperti mabuk, judi, poligami, dan KDRT tetap menjadi masalah yang mempengaruhi stabilitas rumah tangga di Indonesia. Faktor-faktor ini perlu ditangani dengan lebih serius melalui kebijakan yang lebih tegas dan program-program rehabilitasi atau edukasi yang lebih komprehensif. Selain itu, perlunya peran aktif dari masyarakat dalam mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga keutuhan keluarga, serta memberikan dukungan kepada pasangan-pasangan yang menghadapi masalah dalam rumah tangga. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga keagamaan, diharapkan tren penurunan perceraian dapat terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Perceraian dalam hukum Islam merupakan solusi terakhir yang dibolehkan ketika tidak ada lagi jalan keluar untuk mempertahankan pernikahan. Islam mengakui bahwa pernikahan adalah ikatan suci yang dibangun atas dasar cinta, kasih sayang, dan ketentraman. Namun, ketika hubungan suami istri sudah tidak harmonis dan segala upaya rekonsiliasi gagal, Islam memberikan hak kepada pasangan untuk bercerai sebagai bentuk perlindungan terhadap keduanya. Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 229 mengatur perceraian dengan batasan yang jelas, menunjukkan bahwa keputusan ini harus diambil dengan pertimbangan matang.
Meskipun diperbolehkan, perceraian tetap dianggap sebagai solusi yang paling dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian" (HR. Abu Dawud). Hal ini karena perceraian dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasangan, anak-anak, dan masyarakat. Sebagai umat Islam, dianjurkan untuk terlebih dahulu mencari solusi melalui mediasi, musyawarah, dan bahkan terapi, sebelum memutuskan untuk mengakhiri pernikahan. Islam selalu menganjurkan untuk mengedepankan perdamaian dan penyelesaian masalah secara baik.
Namun, jika perceraian tetap menjadi pilihan yang tak terhindarkan, hukum Islam memberikan prosedur yang adil dan menjaga hak-hak kedua belah pihak. Dalam konteks ini, perceraian bukanlah jalan pintas, melainkan upaya terakhir setelah semua jalan perbaikan ditempuh. Dengan demikian, perceraian dalam Islam adalah solusi yang sah secara hukum, tetapi tetap harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran akan dampaknya.

Jumat, 06 September 2024

Sistem Hukum Kewarisan Adat

Hukum waris adat mengatur proses pewarisan harta dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hukum waris adat adalah seperangkat aturan yang mengatur bagaimana harta benda, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya secara turun-temurun. Pengeertian yang bahwa hukum adat waris memuat aturan-aturan mengenai bagaimana harta benda, baik yang bersifat materi maupun non-materi, diserahkan dari satu generasi kepada generasi penerusnya.

Dalam pengertian ini, hukum waris adat mencakup aturan tentang cara pewarisan dan pengalihan kekayaan (baik yang berwujud maupun tidak berwujud) dari pewaris kepada ahli waris. Proses pewarisan ini bisa berlangsung ketika pewaris masih hidup atau setelah ia meninggal dunia, yang membedakannya dengan hukum waris. Menurut hukum adat, pewarisan dapat dilakukan melalui penunjukan, penyerahan wewenang, atau pemindahan hak milik secara langsung oleh pewaris kepada ahli waris.

Salah satu aspek penting yang berkaitan erat dengan hukum waris adat adalah sistem kekerabatan. Dalam teori adat, diakui bahwa sejak awal sejarah, manusia telah mengembangkan institusi yang mengatur pembentukan unit sosial dasar seperti keluarga. Berdasarkan penelitian etnografis, setiap masyarakat mengenal larangan pernikahan sedarah , yang membatasi siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi dalam suatu kelompok sosial. Meskipun aturan ini berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, kenyataannya, setiap peradaban telah mengembangkan aturan dalam membentuk sistem kekerabatan.

Beberapa ahli berpendapat bahwa keluarga, yang terbentuk melalui pernikahan, adalah unit sosial terkecil dan paling penting. Namun, tidak semua sepakat, karena sering ditemukan keluarga batih yang tidak sepenuhnya mandiri, dengan beberapa perannya diambil alih oleh keluarga besar terbatas. Misalnya, dalam masyarakat yang menganut sistem garis keturunan sepihak, keluarga batih sering digantikan peranannya dalam ekonomi dan pengasuhan anak oleh keluarga besar terbatas. Contohnya adalah sistem kekerabatan matrilineal di masyarakat Minangkabau, di mana wanita yang telah menikah tetap tinggal di rumah keluarga asalnya, dan keluarga batih tidak dibentuk secara mandiri. Dalam sistem ini, suami-ayah hanya berperan sebagai "tamu" dalam rumah istrinya, sementara tanggung jawab pengasuhan anak jatuh pada kerabat dari pihak ibu.

Dalam hal pola tinggal pasca pernikahan, ada beberapa tipe: neolokal (keluarga bebas memilih tempat tinggal), matrilokal (tinggal di keluarga istri), patrilokal (tinggal di keluarga suami), dan bilokal (tinggal bergiliran di kedua pihak keluarga). Masing-masing pola ini erat kaitannya dengan pengukuhan hak dan kewajiban terkait pewarisan harta keluarga.

Kekerabatan adalah hubungan sosial yang terjadi antara anggota keluarga, baik dari jalur ayah maupun ibu. Sistem kekerabatan ini didasarkan pada keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak, serta keluarga luas yang mencakup anggota keluarga yang lebih besar, seperti kakek, nenek, dan paman-bibi.

Sistem kekerabatan di Indonesia terbagi dalam beberapa jenis, yaitu patrilineal (garis keturunan berdasarkan pihak ayah), matrilineal (berdasarkan pihak ibu), bilineal (gabungan dari keduanya), dan alterend (perpaduan dari ketiga sistem). Beragamnya sistem adat di Indonesia menciptakan variasi dalam sistem waris yang berlaku. Oleh karena itu, sistem waris adat harus diakui dan diakomodasi dalam pengaturan hukum waris nasional sebagai bagian dari kekayaan budaya dan hukum yang ada di Nusantara.

Kamis, 05 September 2024

Dirasah Islamiah

Kajian Islam atau Studi Keislaman, dalam pengertian sederhana, dapat diartikan sebagai usaha untuk memahami segala hal yang berkaitan dengan agama Islam. Dengan kata lain, ini adalah upaya yang sadar dan sistematis untuk menggali, memahami, dan mendalami aspek-aspek yang berkaitan dengan agama Islam, baik itu ajaran-ajaran, sejarah, maupun praktiknya dalam kehidupan sehari-hari.

Proses mempelajari Islam tidak hanya dilakukan oleh umat Islam sendiri, tetapi juga oleh individu dari luar komunitas Islam. Studi keislaman oleh umat Islam memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang berasal dari luar komunitas Islam. Di kalangan umat Islam, tujuan utamanya adalah untuk memahami, mendalami, dan menerapkan ajaran Islam secara benar serta menjadikannya sebagai pedoman hidup. Sedangkan bagi yang bukan umat Islam, studi ini bertujuan untuk memahami agama Islam dan praktiknya sebagai ilmu pengetahuan semata. Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, hasil studi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, baik positif maupun negatif.

Para akademisi di luar Islam yang mempelajari Islam dikenal sebagai orientalis, yaitu orang-orang dari Barat yang mempelajari dunia Timur, termasuk dunia Islam. Di masa awal, studi mereka lebih fokus pada kelemahan ajaran Islam dan praktik keagamaan umatnya. Namun, tidak sedikit juga di antara mereka yang memberikan pandangan yang obyektif dan ilmiah tentang Islam, yang bisa bermanfaat bagi pengembangan studi keislaman dalam komunitas Muslim.

Dalam sejarah, setelah "masa kejayaan Islam" berakhir dan umat Islam memasuki "masa kemunduran," pendekatan terhadap studi Islam yang dominan di kalangan ulama lebih bersifat subyektif, apologis, dan dogmatis. Mereka cenderung menutup diri terhadap pendekatan dari luar yang bersifat obyektif dan rasional. Ajaran Islam, yang pada dasarnya bersifat rasional dan fleksibel terhadap perubahan zaman, berkembang menjadi sesuatu yang kaku dan tertutup terhadap inovasi. Akibatnya, kehidupan agama dan budaya sosial umat Islam tampak stagnan dan tertinggal. Fenomena ini menjadi objek studi para orientalis yang melihatnya dengan pendekatan ilmiah dan obyektif, mengungkap bahwa praktik Islam yang terlihat tidak selalu sesuai dengan rasionalitas dan tantangan zaman.

Dengan adanya interaksi antara budaya modern dan Islam, para ulama mulai membuka diri terhadap pandangan luar. Ini membawa pendekatan rasional dan obyektif ke dalam studi keislaman umat Islam sendiri. Akibatnya, studi Islam semakin berkembang dan menjadi relevan, terutama dalam menghadapi tantangan dunia modern dan era globalisasi yang semakin kompleks.

Rabu, 04 September 2024

Pengaruh Durasi Tidur terhadap Konsentrasi Belajar

Artikel ini menguraikan bagaimana durasi tidur yang cukup memainkan peran penting dalam konsentrasi belajar dan kinerja akademik mahasiswa. Pertanyaan yang muncul adalah apakah ada hubungan antara durasi tidur dan konsentrasi belajar?

Durasi tidur yang cukup merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan mental dan fisik seseorang. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidur yang cukup memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan kognitif, termasuk konsentrasi belajar. Pada masa akademik, mahasiswa sering kali menghadapi tekanan yang besar untuk menyelesaikan tugas dan menghadiri kelas, yang dapat menyebabkan kurang tidur. Namun, kurangnya tidur yang cukup dapat berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk fokus dan memahami materi pelajaran, yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi akademik mereka.

Secara fisiologis, tidur adalah waktu bagi otak untuk memproses informasi yang telah dipelajari sepanjang hari. Selama tidur, otak mengkonsolidasikan memori, memperkuat pembelajaran, dan memperbaiki jaringan saraf. Jika durasi tidur tidak mencukupi, proses ini terganggu, mengakibatkan penurunan kemampuan otak untuk menyimpan informasi baru dan memusatkan perhatian. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang tidur kurang dari enam jam per malam cenderung mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian selama kuliah atau saat mengerjakan tugas. Selain itu, kekurangan tidur juga dapat meningkatkan rasa lelah, iritabilitas, dan kecemasan, yang semuanya berkontribusi pada penurunan kemampuan belajar.

Durasi tidur yang memadai, yaitu antara tujuh hingga sembilan jam per malam, dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan kinerja akademik secara keseluruhan. Tidur yang cukup membantu mengurangi kelelahan mental dan memungkinkan otak untuk berfungsi pada kapasitas optimalnya. Dengan konsentrasi yang lebih baik, mahasiswa dapat lebih mudah menyerap informasi, mengingat materi yang telah dipelajari, dan memecahkan masalah dengan lebih efektif. Kondisi ini pada akhirnya akan berdampak positif terhadap nilai dan pencapaian akademik mahasiswa.

Meskipun demikian, banyak bukti yang menunjukkan pentingnya durasi tidur yang cukup, banyak mahasiswa yang masih mengabaikan kebutuhan tidur mereka demi menyelesaikan tugas-tugas akademik. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya tidur yang cukup dan mendorong manajemen waktu yang baik di kalangan mahasiswa. Dengan pendekatan yang tepat, mahasiswa dapat mencapai keseimbangan antara kegiatan akademik dan kebutuhan tidur, sehingga dapat mencapai kinerja akademik yang optimal dan menjaga kesehatan mental serta fisik mereka. Semoga Bermanfaat

Selasa, 03 September 2024

Bolehkan Perempuan jadi Pemimpinan

Artikel ini akan membahas secara singkat tentang bagaimana sesungguhnya kepemimpinan bagi perempuan. Bolehkah perempuan jadi pemimpin? Kepemimpinan mana yang boleh untuk perempuan. Kepemimpinan perempuan juga disinggung dalam Al-Qur'an, terutama dalam kisah Ratu Bilqis dari Saba’, yang secara implisit menunjukkan bahwa perempuan layak untuk menjadi pemimpin suatu bangsa. Jika tidak demikian, tentu kisah tersebut tidak akan diabadikan dalam Al-Qur'an. Meskipun begitu, terdapat dua argumen yang sering digunakan oleh mereka yang menolak keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan. Argumen pertama didasarkan pada Surah an-Nisa' ayat 34:

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). 

Argumen yang lain bersumber dari hadis Nabi yang berbunyi:

Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Bakrah)

Seorang ahli tafir al-Quran yang bernama Al-Qurtubi menafsirkan ayat tersebut dengan mengaitkannya pada peran laki-laki sebagai pencari nafkah, sementara Ibnu ‘Abbas menafsirkan kata qawwamun sebagai pihak yang memiliki otoritas atau kekuasaan. Sementara Az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa istilah tersebut menegaskan bahwa laki-laki berkewajiban untuk melakukan amar makruf nahi munkar terhadap perempuan, sebagaimana seorang penguasa terhadap rakyatnya. Menurut Rasyid Rida, keunggulan laki-laki ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu fitrah dan usaha. Dari segi fitrah, laki-laki memiliki fisik yang lebih kuat, tegap, dan sempurna. Sedangkan dari segi usaha, laki-laki lebih mampu untuk bekerja, berinovasi, dan bergerak. Oleh karena itu, laki-laki memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah kepada perempuan, melindungi, dan memimpinnya. Di sisi lain, perempuan memiliki kodrat untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak.

Penafsiran seperti ini memiliki implikasi yang luas, yaitu perempuan dianggap tidak berhak menjadi pemimpin, bahkan dalam hal mengatur hidupnya sendiri atau meningkatkan kualitas dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah, apalagi memimpin orang lain. Keberhasilan kepemimpinan Ratu Bilqis yang dijelaskan dalam Al-Qur'an pada Surah an-Naml ayat 23-44 menggambarkan bahwa beliau memiliki sifat-sifat demokratis, adil, bijaksana, berdedikasi tinggi, menolak kekerasan, rendah hati, bertanggung jawab, dan yang paling penting adalah menerima kebenaran.

Kepemimpinan perempuan seringkali terkait dengan atau dianggap sebagai bagian dari kepemimpinan dalam keluarga. Dalam konteks ibadah, perempuan juga bisa menjadi imam bagi sesamanya dan anak-anak. Selain itu, perempuan juga bisa tampil di masyarakat sebagai pemimpin apabila keterampilan kepemimpinannya diperlukan, bahkan dalam posisi sebagai pemimpin negara.

Dengan demikian kita dapat memahami bahwa di antara para ulama berbeda pemahaman yang terkait dengan kepemimpinan perermpuan

Senin, 02 September 2024

Bersahabat dengan Takdir

Sering kita mendengar istilah takdir dan banyak pertanyaan tentang takdir. Apakah  takdir bisa berubah. Apakah takdir dapat dilawan? Atau apakah kita bisa bersahabat dengan takdir? Atau pernyataan dan menjadi sebuah lagu; "Takdir Memang Kejam". Takdir adalah sebuah konsep yang sering kali dianggap sebagai sesuatu yang sudah ditentukan sejak awal oleh Sang Pencipta. Dalam pandangan banyak orang, takdir merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, sehingga sering kali menimbulkan perasaan pasrah atau bahkan putus asa. Namun, sebenarnya, takdir bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari. Sebaliknya, takdir adalah bagian dari kehidupan yang harus diterima dan dihadapi dengan bijaksana. Bersahabat dengan takdir berarti memahami bahwa setiap peristiwa dalam hidup, baik itu yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, memiliki makna dan tujuan tertentu. Dengan sikap yang tepat, kita dapat menjalani takdir dengan penuh keikhlasan dan ketenangan.

Bersahabat dengan takdir bukan berarti kita menyerah pada keadaan atau berhenti berusaha. Justru sebaliknya, bersahabat dengan takdir mengajarkan kita untuk terus berusaha dan berdoa, sambil tetap menyadari bahwa hasil akhir berada di luar kendali kita. Ini adalah bentuk pengakuan bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang mengatur jalannya kehidupan. Ketika kita telah berusaha sebaik mungkin dan hasilnya belum sesuai harapan, kita tidak perlu merasa putus asa. Ini adalah saat di mana kita perlu berserah diri kepada takdir dan menerima apa yang telah ditentukan dengan lapang dada. Bersahabat dengan takdir juga mengajarkan kita tentang pentingnya keikhlasan dan kesabaran.

Bersahabat dengan takdir juga dapat membantu kita untuk lebih memahami arti kehidupan. Setiap peristiwa yang kita alami, baik itu kebahagiaan, kesedihan, keberhasilan, atau kegagalan, semuanya adalah bagian dari perjalanan hidup yang membentuk karakter dan kepribadian kita. Ketika kita menerima takdir dengan hati terbuka, kita belajar untuk melihat segala sesuatu dari perspektif yang lebih luas. Kita menjadi lebih bijaksana dalam menilai setiap peristiwa, karena kita memahami bahwa semuanya adalah bagian dari rencana yang lebih besar. Dengan demikian, bersahabat dengan takdir juga membantu kita untuk lebih menghargai setiap momen dalam hidup, baik itu yang manis maupun yang pahit.

Bersahabat dengan takdir adalah tentang menjalani hidup dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan rasa syukur. Ketika kita mampu menerima takdir dengan lapang dada, kita tidak hanya menjadi lebih kuat dalam menghadapi cobaan, tetapi juga lebih mampu merasakan kebahagiaan sejati. Takdir adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan, dan hanya dengan bersahabat dengannya, kita dapat menemukan kedamaian dan ketenangan dalam setiap langkah yang kita ambil. Dengan demikian, bersahabat dengan takdir bukan hanya sebuah sikap pasrah, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang arti hidup dan keberadaan kita di dunia ini. Semoga bermanfaat.

Minggu, 01 September 2024

Tantangan Budaya Lokal di Era Digital

Kadang kita bertanya-tanya di dalam hati, apa si itu era digital? Era digital adalah periode dalam sejarah manusia yang ditandai dengan dominasi teknologi digital dan internet dalam berbagai aspek kehidupan. Pada era ini, teknologi digital seperti komputer, perangkat mobile, internet, dan perangkat lunak memainkan peran sentral dalam komunikasi, bisnis, pendidikan, hiburan, dan banyak sektor lainnya.

Saat ini, di era digital yang semakin berkembang pesat, budaya lokal menghadapi tantangan signifikan dalam mempertahankan eksistensinya. Globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi telah membuka akses tanpa batas terhadap berbagai budaya dari seluruh dunia, yang sering kali mendominasi dan mempengaruhi budaya lokal. Akibatnya, nilai-nilai, tradisi, dan adat istiadat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi mulai terpinggirkan, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terpapar pada budaya global melalui media sosial dan internet.

Tantangan kita sekarang adalah bagimana bisa melestarikan budaya lokal ini. Banyak warisan budaya, baik yang bersifat material maupun non-material, terancam punah karena kurangnya upaya untuk mendokumentasikan dan mengintegrasikannya ke dalam platform digital. Misalnya, bahasa-bahasa daerah yang tidak didigitalisasi berpotensi hilang seiring dengan berkurangnya penutur asli. Demikian pula, seni tradisional yang tidak mendapatkan tempat dalam dunia digital bisa kehilangan popularitas dan relevansinya di masyarakat.

Tantangan kita lainnya adalah adanya ketimpangan akses terhadap teknologi di berbagai daerah, terutama di wilayah pedesaan atau terpencil. Ketimpangan ini menyebabkan adanya perbedaan dalam kemampuan masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan teknologi digital guna melestarikan budaya lokal mereka. Sementara masyarakat perkotaan mungkin memiliki akses yang lebih baik, masyarakat pedesaan sering kali kesulitan dalam mengadopsi teknologi untuk kepentingan pelestarian budaya, yang pada akhirnya mempercepat proses hilangnya identitas budaya mereka.

Pertanyaannya bagaimana cara kita mengatasinya? Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri teknologi untuk menciptakan strategi pelestarian budaya yang adaptif terhadap era digital. Pengembangan konten digital yang mengangkat budaya lokal, pendidikan yang memperkuat identitas budaya, serta inisiatif yang mendukung digitalisasi warisan budaya adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil. Dengan demikian, budaya lokal tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga berkembang dan beradaptasi dalam lanskap digital yang terus berubah.

Sabtu, 31 Agustus 2024

Kecenderungan dan Sifat Manusia

Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki akal, perasaan, dan kesadaran diri, serta diberkahi dengan kemampuan untuk berpikir, berbicara, dan mencipta. Manusia berbeda dari makhluk lain karena memiliki potensi intelektual dan spiritual yang memungkinkan mereka untuk berkembang dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara individu maupun sosial.

Karena manusia adalah makhluk yang unik, maka dia memiliki berbagai kecenderungan dan sifat yang membedakannya dari makhluk lain. Dalam ajaran Islam, manusia dipandang sebagai makhluk yang diciptakan dengan dua unsur utama: jasad dan ruh. Kecenderungan manusia tidak terlepas dari perpaduan antara kedua unsur ini, di mana jasad berhubungan dengan kebutuhan fisik, sedangkan ruh terkait dengan kebutuhan spiritual. Keseimbangan antara keduanya menjadi kunci dalam memahami kecenderungan dan sifat manusia.

Salah satu kecenderungan dasar manusia adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, minum, dan tempat tinggal. Hal ini merupakan sifat alami yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup. Namun, kecenderungan ini juga dapat memicu sifat negatif jika tidak dikendalikan dengan baik, seperti keserakahan dan materialisme. Oleh karena itu, dalam Islam, manusia diajarkan untuk selalu bersyukur dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.

Selain itu, manusia juga memiliki kecenderungan untuk mencari pengetahuan dan pemahaman. Keinginan ini mendorong manusia untuk terus belajar dan menggali ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Sifat ini menjadi salah satu faktor yang mendorong perkembangan peradaban manusia sepanjang sejarah. Dalam Islam, mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, karena ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan kehidupan.

Sifat sosial manusia juga merupakan kecenderungan yang menonjol. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain untuk merasa lengkap. Kecenderungan ini mendorong terbentuknya berbagai kelompok sosial, seperti keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dalam Islam, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, atau silaturahmi, sangat dianjurkan sebagai bentuk dari manifestasi sifat sosial ini.

Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan Sang Pencipta, mencari makna hidup, dan mencapai kebahagiaan yang hakiki. Kecenderungan ini tercermin dalam sifat manusia yang selalu mencari kebenaran dan kedamaian melalui ibadah dan doa. Dalam Islam, manusia diajarkan untuk selalu ingat kepada Allah, karena hanya dengan mengingat-Nya hati menjadi tenang. Kecenderungan dan sifat-sifat ini merupakan bagian dari fitrah manusia yang jika dikembangkan dengan baik, akan membawa kebahagiaan dan kedamaian baik di dunia maupun di akhirat. Semoga bermanfaat

Jumat, 30 Agustus 2024

Etika Bermasyarakat

Keberhasilan seseorang tidak selalu diukur dari tingkat keilmuan dan dan kecerdasannya, tapi ada nilai yang tinggi dari itu, yaitu Etika. Etika adalah yang terkait dengan tingkah aku dan prilaku manusia dalam kehidupan sosial masyarakat atau yang biasa disebut dengan etika masyarakat. Etika bermasyarakat adalah seperangkat nilai, norma, dan aturan yang menjadi pedoman bagi individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam suatu komunitas atau masyarakat. Etika ini sangat penting untuk menjaga keharmonisan, kedamaian, dan keseimbangan dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu diharapkan dapat menghormati hak dan kewajiban orang lain, bersikap adil, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Salah satu prinsip dasar dalam etika bermasyarakat adalah saling menghormati. Setiap anggota masyarakat harus menghargai perbedaan pendapat, keyakinan, dan budaya yang ada dalam masyarakat. Saling menghormati mencakup sikap toleransi terhadap perbedaan dan tidak memaksakan kehendak atau pandangan pribadi kepada orang lain.

Selain itu, etika bermasyarakat juga menekankan pentingnya kejujuran dan integritas dalam berinteraksi. Sikap jujur menciptakan kepercayaan antar individu yang menjadi fondasi kuat bagi terciptanya hubungan yang sehat dalam masyarakat. Integritas, yang berarti konsistensi antara kata dan perbuatan, juga merupakan nilai penting yang harus dipegang teguh oleh setiap individu.

Tanggung jawab sosial juga merupakan bagian tak terpisahkan dari etika bermasyarakat. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama. Ini termasuk tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain, menjaga kebersihan lingkungan, dan ikut serta dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Kita orang Indonesia yang sangat menjunjung nilai-nilai etika, senantiasa dibarengi dengan nilai-nilai gotong royong dan musyawarah. Gotong royong adalah semangat kerja sama dan saling membantu yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Musyawarah, atau proses pengambilan keputusan secara bersama-sama, juga penting untuk mencapai kesepakatan yang adil dan diterima oleh semua pihak.

Dengan menanamkan nilai-nilai etika dalam bermasyarakat, setiap individu berkontribusi pada terciptanya kehidupan sosial yang harmonis, damai, dan berkeadilan. Etika ini bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kunci untuk membangun masyarakat yang maju dan sejahtera.

Selasa, 27 Agustus 2024

Tradisi Mappalesso Samaja: Memenuhi Nazar

Tradisi Mappalesso Samaja, yang berarti memenuhi nazar dengan menyelenggarakan manre saperra yang berarti makan bersama, sebuah kearifan lokal yang merupakan unsur penting dalam ritual adat budaya Luwu yang masih terjaga hingga sekarang. Ritual ini memiliki hubungan sejarah yang kuat dengan perjuangan rakyat Luwu dalam melawan invasi pasukan Belanda. Pada masa tersebut, Datu Luwu, Andi Djemma, dan para pengikutnya menghadapi situasi yang sangat kritis saat tentara Belanda melancarkan serangan. Dalam kondisi yang penuh tekanan ini, wilayah Luwu jatuh ke tangan musuh yang terus melancarkan serangan sporadis.

Dalam upaya mempertahankan wilayah mereka, Andi Djemma, sebagai pemimpin perjuangan, bersama permaisurinya Andi Tenri Padang Opu Datu, Dewan Adat, dan pasukan Pemuda Keamanan Rakyat Luwu, memilih bertahan di Malangke. Meskipun peralatan dan persenjataan yang dimiliki sangat terbatas, semangat juang para pejuang Luwu tetap berkobar untuk melawan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Serangan dari Belanda semakin intensif, namun hal itu tidak mematahkan tekad mereka. Dengan kondisi yang semakin terdesak, para pemimpin Luwu ini harus memikirkan langkah-langkah strategis untuk memastikan kelangsungan perjuangan. Di tengah tekanan yang semakin besar, semangat dan keberanian mereka menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi situasi yang penuh tantangan dan risiko tinggi.

Pada sebuah pertemuan yang sangat penting, Andi Djemma bersama Dewan Adat Dua Belas dan para pejuang Pemuda Keamanan Rakyat Luwu mengadakan musyawarah untuk membahas langkah strategis dalam perjuangan mereka. Dalam musyawarah tersebut, diputuskan bahwa pusat perjuangan akan dipindahkan ke Patampanua, sebuah daerah yang pada saat itu masih termasuk dalam wilayah Kedatuan Luwu di Sulawesi Tenggara. Keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan yang matang, mengingat kondisi geografis Patampanua yang strategis untuk melanjutkan perjuangan.

Sebelum keberangkatan menuju Patampanua, Andi Djemma mengumpulkan para pejuang muda dan Dewan Adat untuk menyampaikan sebuah "samaja" atau nazar. Dalam nazar tersebut, Andi Djemma berjanji bahwa jika perjuangan mereka berhasil meraih kemerdekaan, ia akan mengadakan acara manre saperra, yaitu sebuah tradisi makan bersama yang diadakan sepanjang satu kilometer. Acara ini akan menjadi ungkapan rasa syukur yang dirayakan secara meriah oleh seluruh masyarakat Luwu. Nazar ini menggambarkan tekad dan harapan besar Andi Djemma serta seluruh pejuang dalam mencapai cita-cita kemerdekaan bagi tanah Luwu.

Setelah mengucapkan nazar tersebut, Andi Djemma bersama pasukan Pemuda Keamanan Rakyat Luwu berangkat ke Pammana, Sulawesi Tenggara, dan memindahkan markas pusat perjuangan ke Batu Putih, sebuah lokasi strategis yang sulit dijangkau oleh musuh dan merupakan tempat yang aman untuk melanjutkan perjuangan rakyat Luwu dalam menghadapi pasukan Belanda.