Jumat, 01 Mei 2020

Kebutuhan Manusia terhadap Agama

Mengapa manusia butuh agama? adalah suatu pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Namun, kita melihat potensi-potensi yang dimiliki manusia, maka kita akan menemukan beberapa jawaban terhadp pertanyaan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :

1.   Manusia sebagai makhluk Allah memiliki banyak kelebihan dibanding dengan makhluk yang yang lain; tetapi dibalik kelebihan yang banyak itu, manusia  juga tidak luput dari banyak kekurangan, kelemahan dan kemampuan yang terbatas. Manusia terbatas pada alam sekitarnya, warisan keturunan dan latar belakang kebudayannya/hidupnya,; yang menyebabkan adanya perbedaan pandangan dalam menghadapi suatu masalah, bahkan seringkali bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

      Pandangan yang simpang siur tersebut (subyektif) tidak akan dapat menimbulkan keyakinan atas kebenaran, tetapi senantiasa diliputi oleh kabut keragu-raguan (dzanny), sehingga manusia senantiasa gagal dalam menentukan kebenaran secara mutlak, ia tidak sanggup menentukan kebaikan dan keburukan (haq dan batil), ia tidak dapat menentukan nilai-nilai semua hal yang demikian itu adalah di luar bidang ilmu pengetahuan manusia.

      Untuk mengatasi ataupun memberikan solusi terhadap kegagalan manusia sebagai akibat dari kelemahannya, itu maka diperlukan agama/wahyu yang berasal dari luar manusia, yakni Allah swt. melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Hal ini dapat terjadi karena Allah swt. adalah Maha Sempurna, sehingga wahyu yang diturunkan-Nya merupakan kebenaran mutlak dan bersifat universal yang tak perlu diragukan lagi, sebagaimana  firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah (2) : 147

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنْ الْمُمْتَرِينَ

Kebenaran itu adalah berasal dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu meragukannya.

 

2.   Dalam diri manusia terhadap hawa nafsu, yang senantiasa mengajak manusia kepada kejahatan, apalagi kalau hawa nafsu tersebut sudah dipengaruhi oleh syaitan/iblis yang senantiasa menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Jika manusia dapat mengalahkan pengaruh hawa nafsu dan syaitan tersebut, maka ia akan lebih tinggi derajatnya daripada malaikat; tetapi, jika ia mengikuti ajakan hawa nafsunya dan syaitan tersebut, maka ia akan turun derajatnya lebih rendah daripada binatang.

    Untuk mengatasi pengaruh hawa nafsu dan syaitan itu, manusia harus memakai senjata agama (iman), karena hanya agama (imanlah) yang dapat mengatasi dan mengendalikan hawa nafsu dan syaitan/iblis itu; sebab agama merupakan sumber moral dan akhlak dalam Islam. Itulah sebabnya, missi utama manusia, sebagaimana hadits beliau yang menyatakan: Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

     Melawan hawa nafsu dan syaitan adalah jihad akbar, sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw. sewaktu kembali dari perang Badar: Kita kembali dari jihad (perang) yang paling kecil menuju jihad yang paling besar, para sahabat bertanya: adakah perang yang lebih besar dari perang ini ya Rasulullah? Nabi menjawaab : ada, yakni melawan hawa nafsu.

      Di samping itu, ada hadits lain yang mengatakan: Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya semata-mata mengikuti agama Islam yang kaubawa.

3.   Manusia dengan akalnya semata, tidak mampu mengetahui alam metafisika, alam akhirat yang merupakan alam gaib, dan berada di luar jangkauan  akal manusia, sebagaimana firmana Allah dalam Q.S. al-Nahl (27) : 65,

وَاللَّهُ أَنزَلَ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

     

     Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya, bahwa akal manusia mempunyai batas-batas kemampuan tertentu, sehingga tidak boleh melampaui batas dan wewenangnya. Oleh karena itu, banyak masalah yang tidak mampu dipecahkan oleh akal manusia, terutama masalah alam gaib; dan di sinilah perlunya agama/wahyu untuk meberikan jawaban terhadap segala masalah gaib yang berada di luar jangkauan akal manusia. Di sinilah letak kebutuhan manusia untuk mendapat bimbingan agama/wahyu, sehingga mampu mengatasi segala persoalan hidupnya dengan baik dan menyakinkan.

4.   Para sainstis yang terlalu mendewakan ilmu pengetahuan -- khususnya di Barat telah banyak yang kehilangan idealisme sebagai tujuan hidupnya. Mereka dihinggapi penyakit risau gelisah, hidupnya hambar dan hampa, karena dengan pengetahuan semata, mereka tidak mampu memenuhi hajat hidupnya; sebab dengan bekal ilmu pengetahuannya itu, tempat  berpijaknya makin kabur, karena kebenaran yang diperolehnya relatif dan temporer, sehingga rohaninya makin gersang, sebagaimana bumi ditimpa kemarau, sehingga membutuhkan siraman yang dapat menyejukkan. Di sinilah perlunya agama untuk memenuhi hajat rohani manusia, agar ia tidak risau dan gelisah dalam menghadapi segala persoalan hidup ini.

5.   Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Namun, dibalik semuanya itu, kemajuan ilmu pengetahuann dan tekhnologi pula yang banyak menimbulkan kecemasan dan ancaman keselamatan bagi umat manusia. Berbagai konflik yang maha dahsyat terjadi diberbagai belahan dunia dewasa ini merupakan dampak negatif dari pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu, dengan ilmu dan tekhnologi, manusia memproduksi senjata, namun dengan senjata itu pula manusia  banyak menjadi korban. Di sinilah perlunya agama, karena hanya agama (iman) lah   yang dapat mencegah agar ilmu dan tekhnologi tersebut tidak berubah menjadi senjata makan tuan/pagar makan tanaman. Agamalah yang mampu menjinakkan hati manusia  yang sesat, untuk berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada orang lain.

            Jadi, ilmu dan agama harus bergandengan tangan, akal dan wahyu mesti sejalan, keduanya merupakan anugerah Allah untuk manusia  karena itu Nabi saw. menyatakan : bahwa ilmu itu adalah jiwa dan tiangnya agama Islam.

Barang siapa menghendaki dunia, maka hendaklah ia berilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki akhirat, maka hendaklah ia berilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki keduanya maka hendaklah ia berilmu pengetahuan.

Hadis tersebut terlihat betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan agama itu untuk kehidupan manusia; karena itu Allah berjanji untuk mengangkat derajat orang – orang yang beriman dan sekaligus berilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Mujadalah (38) : 11:

... يَرْفَعْ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ...

Terjemahnya :

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ……

            Dalam surah Fathir (35) : 28, ditegaskan oleh Allah bahwa : hanya saja yang akan takut kepada Allah di antara hambanya ialah hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan.

 Karena itu, agama dan ilmu pengetahuan merupakan  kebutuhan primer setiap manusia. Ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan intelek /akal manusia, sedang agama untuk memenuhi kebutuhan jiwa /hati  manusia. Jika kebutuhan akal dan jiwa itu terpenuhi secara seimbang, maka akan terwujudlah  manusia yang utuh, yaitu manusia yang mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, sebagaimana tercantum dalam tujuan dan hakekat pembangunan Nasional Indonesia.

(dari berbagai sumber)

Rabu, 01 April 2020

Peranan Agama dalam Kehidupan

Dalam kehidupan manusia, agama sangat penting adanya, karena itu, manusia sngat membutuhkan agama, terutama manusia modern yang hidup dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :

1.      Karena agama merupakan sumber moral

2.      Karena agama merupakan petunjuk kebenaran

3.      Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.

4.      Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.

Di dalam kehidupan sosial, agama dapat menyediakan support (dukungan), menghibur, mendamaikan kembali; menyediakan trancendental relationshif (hubungan dengan yang gaib) melalui cult/worship (ibadah); dapat mensakralkan norma-norma dan nilai-nilai yang sudah mapan yang sudah ada dalam masyarakat; dapat menyediakan standar-standar dalam hal norma-norma yang sudah melembaga itu diuji kembali secara kritis, dan memberikan perasaan identitas misalnya identitas sebagai orang Kristen, identitas sebagai orang Islam dan sebagainya. Kesemuanya itu terkait erat dengan pertumbuhan dan kematangan individu penganutnya.

Minggu, 01 Maret 2020

Fungsi dan Tujuan Agama

 Fungsi Agama

Telah diketahui bahwa manusia itu  dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Nahl (16) : 78:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.   

Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya.

Godaan dan rayuan dari dalam diri manusia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1.      Godaan dan rayuan yang berusaha menarik manusia kedalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah. Al-Gazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin disebut dengan malak al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah/kebaikan.   

2.      Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan, yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan.

Di sinilah letaknya fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia ke jalan yang baik dan menghindarkannya dari kejahatan atau kemungkaran.

                       

Tujuan Agama

a.       Menegakkan kepercayaan manusia hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa (tauhid).

b.      Mengatur kehidupan manusia di dunia, agar kehidupannya teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup, lahir dan batin dunia dan akhirat.

c.       Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.

d.      Menyempurnakan akhlak yang mulia.

(dari berbagai sumber)

Sabtu, 01 Februari 2020

Pengertian Agama

Ada tiga istilah yang dikenal tentang agama, yaitu: agama, religi dan din.

Agama

Secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta, yang berasal dari akar kata gam artinya pergi. Kemudian akar kata gam tersebut mendapat awalan a dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan untuk mencapai kebahagiaan.

Di samping itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau atau teratur. Maksudnya, agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya, bahkan menjelang matinya.

Religi

Kata religi, religion dan religio,  secara etimologi, menurut  Winkler Prins dalam Algemene Encyclopaedie--mungkin sekali berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang  ber-religi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti berhati-hati, maka dimaksudkan bahwa orang yang ber-religi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati-hati dengan sesuatu yang dianggap suci.

Sedangkan secara terminologi, agama dan religi ialah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung di luar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut,  serta suatu  tata  kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam yang lain, sesuai dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada agama dan religi terdapat empat unsur penting, yaitu: 

  1. Tata pengakuan atau kepercayaan terhadap adanya Yang Agung, 
  2. Tata hubungan atau tata penyembahan terhadap yang Agung itu dalam bentuk ritus, kultus dan pemujaan, 
  3. Tata kaidah/doktrin, sehingga muncul balasan berupa kebahagiaan bagi yang berbuat baik/jujur, dan kesengsaraan bagi yang berbuat buruk/jahat, 
  4. Tata sikap terhadap dunia, yang menghadapi dunia ini kadang-kadang sangat terpengaruh (involved) sebagaimana golongan materialisme atau menyingkir/menjauhi/uzlah (isolated) dari dunia, sebagaimana golongan spiritualisme.

al-Dien/ad-Dien

Kata din secara etimologi berasal dari bahasa Arab, artinya: patuh dan taat, undang-undang, peraturan dan hari kemudian. Maksudnya, orang yang berdin ialah orang yang patuh dan taat terhadap peraturan dan undang-undang Allah untuk mendapatkan kebahagiaan di hari kemudian.

Oleh karena itu, dalam din terdapat empat unsur penting, yaitu: 

  1. Tata pengakuan terhadap adanya Yang Agung dalam bentuk iman kepada Allah Tata hubungan terhadap Yang Agung tersebut dalam bentuk ibadah kepada Allah.
  2. Tata kaidah/doktrin yang mengatur tata pengakuan dan tata penyembahan tersebut yang terdapat dalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi. 
  3. Tata sikap terhadap dunia dalam bentuk taqwa, yakni mempergunakan dunia sebagai jenjang untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
  4. Sedangkan menurut terminologi, din adalah peraturan Tuhan yang membimbing manusia yang berakal dengan kehendaknya sendiri untuk kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan pengertian din tersebut, maka din itu memiliki empat ciri, yaitu: 

  1. Din adalah peraturan Tuhan, 
  2. Din hanya diperuntukkan bagi manusia yang berakal, sesuai hadis Nabi yang berbunyi: al-din huwa al-aqlu la dina liman la aqla lahu, artinya: agama ialah akal tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.
  3. Din harus dipeluk atas dasar kehendak sendiri, firman Allah: la ikraha fi al-din, artinya: tidak ada paksaaan untuk memeluk din (agama).
  4. Din bertujuan rangkap, yakni kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat.